Tautan-tautan Akses

Kemampuan Tangani Pandemi Tolok Ukur Pembukaan Sektor Pariwisata


Tanda larangan berkerumun dipasang di gerbang masuk Candi Prambanan. (Foto: Dispar DIY)
Tanda larangan berkerumun dipasang di gerbang masuk Candi Prambanan. (Foto: Dispar DIY)

Daerah-daerah yang menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi, mewacanakan pembukaan kembali sejumlah destinasi. Yogyakarta adalah salah satunya, karena seperti disampaikan Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku gubernur, ekonomi daerah ini harus tetap tumbuh. Yogyakarta, kata Sultan, tidak memiliki pilihan meski dalam kondisi pandemi.

“Jadi bagi saya tidak ada masalah, silahkan kalau mau buka hotel, mau buka rumah makan, mau buka obyek wisata, silahkan. Tetapi tetap menggunakan protokol kesehatan, itu harus dilakukan. Karena biarpun nanti Covid-19 ini status daruratnya dicabut, kan belum tentu virus corona-nya juga hilang. Mungkin sampai tahun depan pun kita akan masih menggunakan masker dan jaga jarak,” papar Sultan.

Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan itu di kantornya di Yogyakarta, Kamis (2/7). Sektor pariwisata daerah ini tengah berupaya bangkit setelah ambruk dalam empat bulan terakhir. Sejumlah uji coba dilakukan untuk menerapkan protokol kesehatan dengan tetap menjaga kenyamanan wisatawan.

Pengelola tempat wisata di DIY menambah fasilitas cuci tangan dan pendukung lain untuk memenuhi protokol kesehatan. (Foto: Dispar DIY)
Pengelola tempat wisata di DIY menambah fasilitas cuci tangan dan pendukung lain untuk memenuhi protokol kesehatan. (Foto: Dispar DIY)

Hanya saja, Sultan memberi catatan terkait pembukaan kembali sektor pariwisata ini diluar soal protokol kesehatan. Dia meminta ada upaya maksimal untuk menyusun data wisatawan, sehingga jika ditemukan kasus akan mudah menelusurinya. Pengelola tempat wisata diminta mencatat nama, nomor telepon dan waktu kunjung wisatawan. Seluruh data itu dikelola di tingkat provinsi untuk memudahkan koordinasi.

Penanganan Corona Jadi Tolok Ukur

Wacana serupa berkembang di Bali, Lombok, Manado, hingga Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata populer. Namun, Direktur Tourism Development Center (TDC) Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Sari Lenggogeni, meminta kehati-hatian dalam pembukaan kembali tujuan wisata. Isu kesehatan harus tetap dikedepankan dan Indonesia harus menunjukkan kinerja baik dalam mengelola pandemi.

“Kalau tidak berhati-hati, ini juga agak menyulitkan. Saya pikir, kalau tidak ada jaminan bahwa semua dihandling dengan baik, ada Standar Operating Procedur (SOP) yang baik, kemudian juga melihat kepercayaan terhadap bagaimana penanganan mitigasi itu negara, itu akan membuat mereka berpikir ulang untuk memilih destinasi,” kata Sari kepada VOA.

UNICEF: Pandemi Diprediksi Tingkatkan Jumlah Kasus Stunting
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:27 0:00

Sari sepakat bahwa pandemi ini menimbulkan dampak luar biasa bagi pelaku pariwisata. Kondisi itu mendorong pebisnis wisata dan pemerintah mencari jalan menghidupkan kembali sektor ini dengan segera membuka destinasi wisata. Jika memang akan dilakukan, kata Sari, sebaiknya diambil langkah uji coba dengan membuat pola kunjungan antardaerah terdekat. Misalnya, wisatawan bisa menyeberang ke provinsi terdekat, namun belum ke luar pulau.

Jika uji coba regional ini berhasil, sektor pariwisata bisa didorong untuk skala yang lebih luas. Apabila resiko dapat ditekan dan tidak menimbulkan kasus baru, destinasi pariwisata bisa dibuka sepenuhnya, termasuk untuk wisatawan asing. Sari mengingatkan, ada perhitungan bahwa kemungkinan arus wisatawan asing ini baru akan kembali normal dalam waktu dua tahun ke depan.

Koordinasi dengan sektor lain menjadi sangat perlu, khususnya kesehatan. Karena itu, disamping melatih pelaku usaha wisata menerapkan protokol kesehatan yang ketat, rumah sakit dan laboratorium juga harus dilibatkan.

“Saya pikir semua tetap harus mengikuti indikator kesehatan itu sendiri. Yang namanya pariwisata itu adalah interaksi, dan interaksi itulah yang menyebabkan penyebaran kasus. Kalau kita belum mencapai penurunan penyebaran wabah, maka saya kira agak sedikit riskan untuk melakukan pembukaan destinasi seperti itu,” tambah Sari.

Dia juga mengingatkan bahwa ada persepsi mengenai resiko di benak setiap wisatawan. Pandemi ini mencatatkan persepsi paling buruk di dunia wisata, bahkan lebih buruk dari bencana alam dan terorisme. Apalagi, dengan terdengarnya sejumlah kasus gelombang kedua di berbagai negara, yang sekecil apapun akan mempengaruhi keputusan wisatawan untuk bepergian.

Pemerintah juga harus memperhatikan, bahwa banyak negara masih menutup pintu keluar bagi warganya, kecuali untuk kepentingan bisnis dan terbatas. Kebijakan ini tentu akan membatasi arus wisatawan. Namun disisi lain, pemerintah tidak boleh terhanyut dan harus memanfaatkan waktu dengan persiapan yang lebih baik.

Tidak Bisa Ambil Resiko

Raden Kurleni Ukar, Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan pemerintah sampai saat ini masih menyusun buku panduan bagi pelaku usaha pariwisata menghadapi kelaziman baru (new normal). Perempuan yang akrab dipanggil Nike ini menambahkan, ada 62 sektor usaha pariwisata dan 17 subsektor yang membutuhkan panduan khusus. Beberapa sektor sudah siap diluncurkan panduannya, sedangkan sejumlah sektor masih dalam tahap penyusunan.

Masker menjadi benda yang wajib dipakai selama berkunjung ke Candi Prambanan. (Foto: Dispar DIY)
Masker menjadi benda yang wajib dipakai selama berkunjung ke Candi Prambanan. (Foto: Dispar DIY)


“Ini juga tidak bisa kita sendiri. Kita juga berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan asosiasi terkait. Yang lebih paham adalah teman-teman dari asosiasi, bagaimana kita menerapkan protokol-protokol yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan itu, spesifik dalam aktivitas yang ada dalam usaha tersebut,” kata Nike dalam Webinar yang diselenggarakan Kemenkomarves 26 Juli lalu.

Pembukaan destinasi wisata perlu dilakukan dengan sangat hati-hati, kata Nike agar tidak terjadi penularan di usaha pariwisata, sehingga muncul episenter atau klaster baru. Disiplin yang tinggi dibutuhkan dari seluruh pihak terkait.

“Pariwisata adalah bisnis yang sangat tergantung pada kepercayaan wisatawan, karena itu dibutuhkan rasa aman, sehat dan nyaman untuk membangun kembali kepercayaan tersebut. Jangan sampai ada penularan baru di tempat wisata. Protokol kesehatan bisa kita perbaiki, namun kepercayaan yang hilang butuh waktu untuk bisa mengembalikannya,” tambah Nike. [ns/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG