Kepada VOA, Rabu (4/9), pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan 14 warga Indonesia tersebut selanjutnya dikembalikan ke daerah asal mereka dan ditangani oleh kementerian terkait. Namun dia menolak memberitahu kisaran umur mereka dengan alasan sensitif.
Faizasyah menambahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi secara khusus sudah berangkat ke Kalimantan Barat untuk mencoba menyelesaikan isu pengantin pesanan ini dari sektor hulu. Retno bertemu pemerintah daerah setempat untuk memastikan dari sisi administrasi dan lain-lain, perempuan Indonesia yang memutuskan menikah dengan warga China itu harus memahami konsekuensi dari pernikahan tersebut.
Ketika ada kasus perempuan Indonesia lari dari suami mereka, Faizasyah mengakui memang ada kendala bagi pemerintah Indonesia untuk bisa memberikan bantuan dengan cepat. Alasannya, status perkawinan mereka membuat mereka terikat dengan hukum setempat.
Apa yang bisa dilakukan perwakilan Indonesia di China, lanjutnya, adalah memastikan ada pemberitahuan atau komunikasi dari pihak kepolisian ketika terdapat kasus-kasus semacam itu. Dia menambahkan mungkin saja KBRI di Beijing tidak bisa cepat mengetahui karena mereka tinggal tersebar di China.
"Jadi yang paling pokok dari sisi pandang kita di (kementerian) luar negeri adalah penanganan penyelesaiannya di tanah air. Kita sudah berbicara dengan pemerintah China, memastikan apabila ada unsur penipuan di sana maka dapat dikenakan tindakan hukum kepada siapapun yang dalam proses awalnya terbukti melakukan penipuan atau pembohongan informasi kepada calon pengantin," kata Faizasyah.
Faizasyah enggan mengungkapkan status hukum para suami dari 14 warga Indonesia yang menjadi korban pengantin pesanan dengan alasan menyangkut warga negara asing dan posisi hukumnya di China. Kalau memang ada pengaduan dari warga Indonesia, KBRi beijing siap memfasilitasi.
Dia menekankan sangat penting untuk memastikan proses di tanah air, yakni secara administratif, para calon pengantin itu sudah memenuhi syarat.
Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari, pengantin pesanan merupakan bentuk perdagangan manusia yang seharusnya pemerintah Indonesia dapat mencegah sejak awal. Sebab faktanyabanyak pengantin pesanan di China tereksploitasi, mengalami kekerasan, dan sebagian besar tidak bisa pulang ke Indonesia.
Dian menyebutkan banyak perempuan Indonesia di penjara Taiwan. Merekalari karena tidak tahan dieksploitasi suami mereka tapi dokumen pribadi mereka ditahan oleh suami. Dia menegaskan pengantin pesanan yang merupakan korban perdagangan manusia terus terjadi.
"Faktarnya hari demi hari banyak sekali mereka yang pergi ke luar negeri demi menjadi pengantin pesanan. Sebenarnya ada penyelundupnya, ada yang membujuk, ada yang menjanjikan, kemudian mereka mau menikah. Beberapa di antaranya dikawinkan dengan lansia (orang lanjut usia) semata-mata untuk merawat para lansia itu dan memenuhi hasrat seksual lansia itu," ujar Dian.
Dian mempertanyakan apa yang sudah dikerjakan oleh satuan tugas pemberantasan perdagangan orang bentukan pemerintah sehingga kasus pengantin pesanan masih terus berlangsung.
Dia mengungkapkan kebanyakan pengantin pesanan itu pergi ke China, Vietnam, Taiwan, dan Hong Kong. Kecenderungan yang menjadi korban pengantin pesanan tambahnyaadalah perempuan dari ras mongoloid. Rata-rata yang menjadi pengantin pesanan itu berumur 15-16 tahun namun usia mereka dinaikkan.
Modus dari pencarian pengantin pesanan itu, kata Dian, dalam bentuk agen biro jodoh yang datang ke Singkawang, Kalimantan Barat. Namun para agen biro jodoh ini tidak memberitahu siapa akan yang dinikahi oleh perempuan-perempuan tersebut. Kalaupun dikasih lihat foto, itu foto milik orang lain. Dia menegaskan modus tersebut jelas penipuan karena perempuan akan menjadi pengantin tidak diberitahui informasi sebenarnya. Bahkan juga memakai foto palsu.
Dian menyerukan satuan tugas pemberantasan perdagangan orang harus aktif dalam pencegahan agar tidak makin banyak perempuan Indonesia menjadi korban pengantin pesanan. Dia meminta Kementerian Luar Negeri harus aktif membahas langkah-langkah pencegahan dan penindakan terhadap kasus-kasus pengantin pesanan dengan negara-negara yang warganya terlibat. [fw/em]