Tautan-tautan Akses

Kepala Badan Pengungsi PBB Desak Diakhirinya Perang “Gila” di Sudan


Para pengungsi dari negara bagian Jazira di Sudan, tiba dengan kendaraan di Gedaref pada 10 Juni 2024, di tengah konflik yang berlangsung di negara tersebut. (Foto: AFP)
Para pengungsi dari negara bagian Jazira di Sudan, tiba dengan kendaraan di Gedaref pada 10 Juni 2024, di tengah konflik yang berlangsung di negara tersebut. (Foto: AFP)

Filippo Grandi, Komisaris Tinggi PBB untuk urusan pengungsi, pada Rabu (19/6) mendesak diakhirinya perang di Sudan, di mana kelaparan dan kekerasan telah membuat jutaan orang mengungsi dari rumah mereka.

"Mereka melarikan diri dari kekerasan yang mengerikan, pelanggaran hak asasi manusia yang sangat parah," kata Grandi kepada VOA dalam sebuah wawancara dari Juba, Sudan Selatan, setelah melakukan kunjungan lapangan ke Renk di Sudan Selatan dan di seberang perbatasan di Kosti, kota di negara bagian White Nile, Sudan.

Hari Kamis (20/6) adalah Hari Pengungsi Sedunia, dan Grandi berharap krisis yang terabaikan ini akan menjadi sorotan dunia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan bahwa 5 juta warga Sudan berada di ambang kelaparan. Jutaan lainnya mengalami kerawanan pangan yang parah. Panen telah hilang, pasar-pasar dijarah dan dibakar, dan para aktivis kemanusiaan dihalangi untuk mendapatkan bantuan yang memadai.

"Namun, semakin banyak dari mereka yang melarikan diri dari kekurangan - dan khususnya kerawanan pangan, dan dalam beberapa kasus, kelaparan," kata Grandi. "Jadi, ada banyak faktor yang semuanya jelas disebabkan oleh perang gila yang tampaknya tidak akan berakhir."

PBB mengatakan bahwa perang yang telah berlangsung selama 14 bulan antara para jenderal yang saling bersaing tersebut telah membuat lebih dari 6 juta orang mengungsi, selain hampir 4 juta orang yang telah mengungsi sebelum konflik saat ini. Sebanyak 2 juta orang lainnya telah mengungsi ke negara-negara tetangga, termasuk Chad, Sudan Selatan, dan Ethiopia.

"Jangan lupa bahwa orang-orang ini datang, seperti di sini di Sudan Selatan, ke negara-negara yang sudah sangat rapuh - mereka punya tantangan besar dalam hal keamanan, kerapuhan politik, tata kelola pemerintahan, masalah ekonomi, dan lain sebagainya," ujar Grandi, sambil memuji negara-negara tersebut karena tetap membuka perbatasannya dan menawarkan tempat berlindung.

Sebuah panel ahli PBB pada awal tahun ini mengatakan bahwa pihak-pihak eksternal menyulut konflik Sudan dengan memberikan senjata dan amunisi kepada para jenderal yang bertikai.

"Imbauan saya kepada semua orang yang memiliki pengaruh terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini: Dorong mereka untuk tidak menuju medan perang, tetapi ke meja perundingan," kata Grandi. “Inilah yang paling dibutuhkan: gencatan senjata terlebih dahulu dan kemudian kemungkinan adanya solusi politik. Tanpa itu, saya khawatir kita akan melihat lebih banyak pengungsi dan lebih banyak penderitaan."

Kepala kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) terlibat dalam perebutan kekuasaan bersenjata dengan kepala Angkatan Bersenjata Sudan dalam 14 bulan terakhir. Pertempuran telah menyebar dari ibu kota Sudan, Khartoum, ke bagian lain negara itu, menyebabkan kematian, kehancuran, dan bencana kemanusiaan. [my/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG