Perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah “sangat mungkin” dialami China tahun ini dan tahun depan, di mana pelonggaran aturan COVID-19 diprediksi akan meningkatkan jumlah infeksi dan menimbulkan kesulitan sementara, kata Kepala IMF Kristalina Georgieva kepada AFP pada Selasa (13/12).
Pernyataan yang disampaikan di sela-sela pertemuan tentang dana IMF baru itu disampaikan ketika China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu, tengah bergulat dengan lonjakan kasus COVID-19 menyusul pelonggaran pembatasan setelah hampir tiga tahun.
Meskipun kebijakan nol-COVID China telah menghancurkan perekonomian, “pelonggaran pembatasan juga akan menciptakan sejumlah kesulitan selama beberapa bulan ke depan,” kata Georgieva.
Hal ini karena peningkatan kasus infeksi tidak akan terhindarkan, dengan semakin banyaknya orang yang sementara waktu tidak bisa bekerja.
“Tapi mungkin dengan China mengatasi masalah ini pada paruh kedua tahun ini, mungkin akan terjadi peningkatan prospek pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Kebijakan nol-COVID, yang ditandai dengan pemberlakuan lockdown secara mendadak, pembatasan perjalanan ke luar negeri dan tes COVID massal, sangat merugikan konsumen dan pengusaha, sehingga menimbulkan gelombang demonstrasi di kota-kota besar China untuk menentang kebijakan tersebut.
IMF sebelumnya memperingatkan bahwa pembatasan COVID yang ketat sangat memberatkan penduduk China.
Pejabat pemerintahan China mengatakan pada hari Senin (12/12) bahwa kasus COVID melonjak di Beijing, dengan peningkatan jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit terjadi di kota itu. Peningkatan kasus di kota-kota yang lebih kecil juga diperbincangkan di media sosial.
IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi China tahun ini pada Oktober lalu menjadi 3,2 persen – angka terendah setelah puluhan tahun, sebelum meningkat menjadi 4,4 persen tahun depan.
Tapi, “kemungkinan besar, kami akan menurunkan proyeksi pertumbuhan China, baik untuk tahun 2022 maupun 2023,” kata Georgieva. [rd/jm]
Forum