Kepala Badan Otorita IKN Nusantara Bambang Susantono mengungkapkan mega proyek pembangunan IKN Nusantara yang terletak di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur berhasil menyedot minat para investor.
“Kami ingin melapor bahwa kami menerima cukup banyak pernyataan minat atau letter of interest (LOI) dan hingga minggu lalu jumlahnya 142. Dari jumlah itu sekitar 90 kami mengkategorikan sebagai pihak yang serius, dan dari 90 ini kami lanjutkan dengan berbagai macam proses bisnis apakah itu KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) atau yang lain,” ungkap Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/2).
Dalam paparannya, Bambang menjelaskan 90 LOI tersebut terbagi di beberapa bidang tertentu. Di antaranya, sebanyak 25 LOI menyatakan minat untuk berinvestasi di sektor infrastruktur dan utilitas, 15 LOI di sektor edukasi, 14 LOI di sektor jasa konsultan, kemudian 10 LOI menyatakan minat di sektor perumahan dan lain-lain.
Di paparan ini, juga disebutkan ada tiga investor yang akan bekerja sama dengan mekanisme KPBU untuk menggarap proyek perumahan di IKN dengan nilai investasi senilai Rp41 triliun. Investor tersebut adalah PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan nilai investasi Rp 1,67 triliun, PT Risjadson Brunsfield Nusantara–CCFG Corp (Konsorsium Nusantara) dengan nilai investasi Rp 30,8 triliun, dan Korea Land and Housing Corporation (KLHC) dengan nilai investasi Rp 8,65 triliun.
Anggota DPR Pertanyakan Komitmen Investor
Meskipun sudah ada pernyataan minat dari para investor, anggota parlemen menyangsikan komitmen dari para investor tersebut.
Bertu Melas anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meragukan apakah pemerintah akan tetap berkomitmen membangun IKN Nusantara sebesar 20 persen dari APBN, dan 80 persen dari pihak swasta atau investor. Pasalnya, hingga saat ini belum ada kemajuan yang signifikan dari pembangunan infrastruktur dasar di kawasan inti pemerintahan, yang menurutnya bisa menjadi tolok ukur keyakinan investor untuk bersedia menanamkan modal dalam pembangunan IKN tersebut.
“Sekarang kalau Bapak (Bambang) belum ada apa-apa, APBN belum masuk setetes pun, bagaimana mereka (investor) bisa yakin? Sebagai masukan saja, bahwa Bapak harus berkoordinasi dengan Kementerian PU, untuk memulai. Jadi sudah nampak pemerintah ini serius, baru para investor ini yakin untuk memulai dari proses pembangunan di IKN,” ungkap Bertu.
Hal senada juga disampaikan oleh Marwan dari fraksi Partai Demokrat. Ia khawatir pemerintah tidak bisa memegang komitmen awal yang hanya menganggarkan pembangunan IKN sebesar 20 persen dari APBN. Pasalnya, ketidakmampuan pemerintah untuk memegang komitmen awal juga terjadi dalam pembangunan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya harus mendapatkan suntikan dana dari APBN, padahal semula sudah dinyatakan tidak akan menggunakan anggaran negara.
Selain itu, menurutnya pemerintah juga harus memperhatikan prediksi akan terjadinya resesi ekonomi pada tahun ini yang akan menjadikan kondisi perekonomian makro Indonesia tidak cukup mendukung untuk bisa membangun IKN.
“Daripada kita terlalu memaksakan dengan kondisi seperti ini, apalagi, kalau dilihat dari harapan kita 80 persen IKN akan dibangun oleh partisipasi pihak luar. Itu kalau saya baca dari persentasi, 142, baru menyatakan minat. 90 baru LOI, belum ada yang jelas ini. Kekurangan Rp97 triliun dari Rp486 triliun berarti sekitar Rp390 triliun-an. Dari mana uangnya?,” tambahnya.
Menjawab pertanyaan anggota DPR tersebut Bambang tidak menampik bahwa memang ada prediksi terjadinya resesi ekonomi global pada tahun ini. Namun, pada saat yang bersamaan, pihaknya melihat bahwa ada beberapa investor yang justru sedang mencari proyek yang potensial untuk menanamkan uangnya saat ini.
“Dan itu terefleksi dari beberapa yang datang ke kami dan memberikan LOI. Jadi tidak sepenuhnya semua dalam kegelapan, tapi juga ada beberapa potensi dari investor yang akan masuk, yang bisa kalau kita nanti melakukan structuring-nya dengan benar, itu tentu akan bisa masuk ke dalam bagian dari pembangunan IKN ke depan. Ini yang sebenarnya kita kejar, tapi belum bisa membuka, belum bisa disclose siapa saja, tapi kami sedang melakukan one on one, katakanlah customer relations sehingga mereka nanti Insya Allah bisa merupakan bagian dari IKN ke depan,” tegas Bambang.
Lebih jauh, Bambang menyatakan bahwa investor yang berkelanjutan bukan hanya investor kelas kakap saja. Dari awal, pihaknya ingin bahwa IKN Nusantara ini kelak memang milik semua kalangan, tidak hanya investor besar saja yang bisa berpartisipasi.
“Jadi jangan kita fokus untuk investor yang besar saja, tapi ngawang. Tapi justru mereka sekarang yang mulai menghubungi kami untuk menjadi bagian dari IKN. UMKM, kelas menengah, ada rumah sakit Indonesia yang mau masuk, PAUD, SD, SMP, SMA, yang mau masuk, itu merupakan bagian dari nanti yang memiliki, yang akan menjaga kelangsungan di 2024 ke depan. Dan kita tidak bisa melihat ini sebagai proses pembangunan sampai 2024, karena pembangunan Ibu Kota baru seperti halnya kasus di dunia butuh waktu yang cukup lama. Misalnya Washington DC butuh waktu 50 tahun,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga memprediksi bahwa pembangunan IKN Nusantara tahun ini dan tahun 2024, akan sepenuhnya didanai oleh APBN. Ini artinya, kata Nirwono belum akan ada satupun investor yang bersedia menanamkan modalnya, karena masih dalam posisi “wait and see”.
Posisi “wait and see” tersebut, kata Nirwono dikarenakan Indonesia sedang mengalami tahun politik sampai tahun 2024, sehingga pemerintah bisa jadi tidak akan fokus dalam membangun proyek tersebut.
“Mau tidak mau ini justru dalam tanda petik akan jadi pertimbangan utama dari investor. Artinya, mereka harus membaca dulu peta politik mau ke mana? Dan 2023, 2024 tidak ada satupun yang bisa menyatakan istilahnya pasti A,B atau C. Sebagai investor dia butuh kepastian, dan kepastian ini yang tidak ada satupun yang bisa memberikan jaminan, karena kondisi politik masih belum bisa dikatakan stabil sampai 2024, apalagi manuver meruncing,” ungkapnya kepada VOA.
Ia juga memperkirakan, baru pada tahun 2025 mendatang sudah akan terlihat para investor yang benar-benar mau terlibat dalam mega proyek tersebut, karena kondisi politik tanah air yang sudah mulai stabil.
Meski begitu, menurutnya dalam kurun waktu 1,5 tahun hingga 2024 pemerintah belum bisa membangun sebuah kota meskipun dalam lingkup yang kecil seperti kelurahan. Pasalnya, kemungkinan yang baru akan terbangun masih dalam kawasan inti pemerintahan seperti Istana Presiden dan Wakil Presiden, beserta kantor Kementerian Koordinator dan memindahkan belasan ribu ASN.
“Dalam konteks seperti itu buat investor belum menarik. Karena kalau ASN bukan daya tarik bagi investor. Ini yang menjadi tantangan bagaimana unsur swasta tadi mulai menunjukkan geliatnya di situ. Misalnya, apartemen, hotel mewah, sampai dengan nanti rumah sakit. Jadi dengan demikian yang akan menghidupkan itu pihak swastanya. Pertanyaannya adalah, seberapa besar swasta tadi dalam konteks ini mau bangun di 2023, dan di 2024? Itu yang saya sangsikan. Kalau pasca 2024 dengan peta perpolitikan kita baru bisa lihat di 2025. Apakah mereka benar-benar akan masuk ke IKN atau justru (pembangunan) IKN-nya yang berhenti,” pungkasnya. [gi/lt]
Forum