Kerajaan “Sunda Empire” mengklaim pemerintahan dunia akan berakhir pada 15 Agustus 2020. Setelahnya, kelompok ini akan memerintah dari Kota Bandung, yang diklaim sebagai mercusuar dunia.
Dalam sebuah video di YouTube, petinggi "Sunda Empire", Ki Ageng Rangga Sasana, mengklaim bisa menghentikan bom nuklir. “Yang bisa menghentikan atas nuklir tidak diledakkan adalah 'Sunda Empire'. Dan saya akan umumkan itu segera. Jack Ma sama Bill Gates ada di sana.”
Tak tanggung-tanggung, mereka turut mengklaim PBB, Bank Dunia, dan Pentagon sebagai lembaga mereka.
Aktivitas "Sunda Empire" sudah terlihat sejak 2018 namun baru mendapat perhatian publik.
Sejumlah video menunjukkan kelompok ini pernah menggelar pertemuan di kampus Universitas Pendidikan Indonesia dan membentangkan spanduk di titik nol Kota Bandung.
Video itu diposting oleh akun Twitter Esa Monetary Fund (EMF) Nusantara, bagian dari "Sunda Empire".
Kelompok ini bahkan pernah menerbitkan surat klaim aset Bank Dunia, menerbitkannya di Twitter, dan me-mention akun Presiden AS Donald Trump.
Polda Jabar Dalami Potensi Pidana
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan Polda Jabar sedang mendalami kelompok ini.
“Sebelum ini akan menimbulkan keresahan, tadi (Minggu) malam pak Kapolda sudah melaporkan (bahwa ia) melakukan penelitian. Kalau ada aspek pidana kita akan tindak,” terangnya kepada wartawan di Bandung.
Pria yang akrab disapa Emil ini mengatakan, "Sunda Empire" menjual ilusi berupa romantisme sejarah.
“Ini banyak orang stres di republik ini menciptakan ilusi-ilusi yang seringkali romantisme-romantisme sejarah. Ini ternyata ada orang yang percaya juga. Jadi pengikutnya," jelasnya.
Dia pun meminta warga mengedepankan akal sehat jika ada orang mengklaim pendirian sebuah kerajaan.
Identitas Agung Digemari Masyarakat
Pakar Psikologi Sosial Universitas Mercubuana, Ahmad Naufalul Umam, mengatakan kelompok semacam ini, yang ia gambarkan sebagai sekte, menarik pengikut lewat dua hal.
Pertama, masyarakat diiming-imingi identitas agung supaya merasa istimewa.
“Sangat menyenangkan, sangat rewarding, saya ini keturunan bangsawan yang spesial, (seolah) saya ini berbeda dari Anda-Anda semua,” jelas Naufal kepada VOA.
Selain itu, para pemimpin kelompok ini, yang biasanya karismatik, seolah akan menjawab semua persoalan hidup. Padahal, kata Naufal, kehidupan masyarakat sangatlah kompleks.
“Dari pada kita repot-repot belajar tentang sosiologi, psikologi, teologi dan sebagainya, ada satu sistem yang bisa memahami dunia dengan cepat dan simpel. Yaitu yang dijual oleh pemimpin-pemimpin sekte ini,” jelas lulusan magister Universitas Indonesia ini.
Naufal mencatat, pola yang sama berlaku pada kasus Kanjeng Dimas, guru spiritual yang mengklaim dapat menggandakan uang, serta Ponari, dukun cilik yang mengklaim punya batu penyembuh ajaib.
Supaya tidak terulang, Naufal mendorong masyarakat lebih bersikap kritis terhadap klaim-klaim semacam ini.
Jika tidak, lanjutnya, masyarakat akan mudah termakan rayuan tak berdasar dan rentan terhadap berbagai macam penipuan.
“Apakah dia benar-benar menyampaikan sesuatu yang benar atau dia sekadar kelihatan menggabungkan satu fakta dengan fakta lain saja untuk mencapai sesuatu?,” pungkasnya. [rt/lt]