Ada banyak penyebab obat terkontaminasi, mulai dari kesalahan produksi, penyimpanan yang tidak tepat, sampai pemalsuan. Profesor kimia Universitas Notre Dame, Marya Lieberman ingin memberi para petugas farmasi (apoteker) di negara-negara berkembang cara mudah untuk mendeteksi kontaminasi.
Proyek PAD, atau Paper Analytical Device, dimulai enam tahun lalu sebagai kolaborasi antara Notre Dame dan St. Mary's College. Temuan sederhana itu menggantikan mesin mahal yang mungkin tak tersedia di negara berkembang. Kertas itu memungkinkan tes obat-obatan dalam segala tahap proses distribusi. Caranya: di atas kertas itu terdapat 12 garis yang mengandung bahan kimia berbeda. Kemudian obat yang ingin diuji dioles di atas garis-garis itu. Lalu kartunya (kertasnya) direndam ke dalam air. Perubahan warna akan mengindikasikan apakah obat itu aman atau tidak.
Selain menguji coba bahan-bahan farmasi, tim Lieberman juga mengembangkan kartu untuk mengetes timbal, iodin, dan bahkan urin.
Untuk menemukan kontaminan atau zat berbahaya yang paling umum, tim Lieberman bekerja sama dengan 18 universitas di seluruh AS. Mereka menggunakan mesin-mesin khusus untuk menganalisa obat-obatan yang dikumpulkan dari apotik-apotik di seluruh negara berkembang.
Sebuah perusahaan New York sedang mengembangkan sebuah aplikasi ponsel untuk membantu membaca dan mengevaluasi kartu-kartu itu. Para pengguna bisa mengambil foto dengan ponsel mereka dan mencocokannya dengan aplikasi database untuk hasil yang instan.
“Apabila kita tidak bisa meningkatkan kapasitas laboratorium-laboratorium analitik di negara berkembang, mungkin kita bisa menemukan cara untuk membawa teknologinya dengan bentuk yang mudah dibawa yang akan berguna di lapangan,” jelas Lieberman.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengatakan sistem layanan kesehatan yang berfungsi seharusnya memiliki 343 produk farmasi. Sejauh ini, tim Lieberman telah mengembangkan PAD untuk mengidentifikasi 60 obat berbeda dan pada akhirnya bisa mengetes semua obat. [vm/al]