Peneliti Mikrobiologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, menyebut sebagian besar penyakit menular yang melanda dunia disebabkan oleh patogen atau mikroorganisme pembawa penyakit, yang bersumber atau penyebarannya melalui hewan. Kelelawar, tikus, monyet, serta satwa lainnya, seringkali menjadi pembawa virus kepada manusia tanpa satwa itu mengalami sakit.
Interaksi antara manusia dan satwa liar merupakan salah satu cara penyebaran virus, termasuk corona.
“Sekitar 60 persen, 61 persen penyakit infeksi yang ada, itu memang penyakit zoonosis, artinya bersumber dari hewan, dari satwa liar. Nah kenapa kita bisa kena penyakit yang asalnya dari hewan, ya karena proses interaksi tadi yang bisa jadi karena kita juga melakukan perburuan liar. Jadi, proses transmisinya itu ketika kita melakukan pengolahannya sebetulnya, ataupun ketika kita melakukan perburuan hewan liar tersebut. Ketika hewan itu sudah dimasak, matang, misalkan di suhu 100 derajat celsius, sampai mendidih selama satu jam, dia secara teoritis bersih, tidak ada patogen,” kata Sugiyono Saputra.
Sugiyono menambahkan, selain perburuan dan interaksi manusia dengan satwa yang sering membawa virus atau patogen penyakit, pemanasan global yang diakibatkan kerusakan alam dan alih fungsi lahan dapatmemunculkan patogen yang bermutasi karena perubahan iklim dan cuaca, termasuk suhucurah hujan dan kelembaban. Upaya meminimalisir kerusakan lingkungan dan perburuan satwa liar, kata Sugiyono, akan mengurangi munculnya dan penyebaran virus serta penyakit.
“Bisa jadi aktivitas manusia yang banyak, yang timbul itu seperti perubahan lahan, kemudian urbanisasi dan segala macam, itu juga berkontribusi terhadap kemunculan penyakit-penyakit lainnya. Dipicu lagi berbagai aktivitas lain seperti sebagai efek dari global warming, mereka juga, patogen-patogen ini kan juga bermutasi. Bisa jadi ketika ada toksik kemudian ada zat mutan lainnya, patogen mereka bermutasi. Jadi ketika kita berinteraksi dengan hewan yang ada patogen yang sudah bermutasi tersebut, ternyata bisa langsung menginfeksi manusia, itu yang harus selalu kita waspadai,” imbuhnya.
Ketua PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid, sependapat dengan kajian LIPI, yang menyebut munculnya banyak virus akhir-akhir ini akibat aktivitas perburuan satwa liar di alam, dimana satwa liar merupakan pembawa berbagai jenis virus dan penyakit yang berbahaya bagi kehidupan manusia.
“Penangkapan satwa, perburuan di alam, kemudian dijual, nah inilah rentannya terjadinya penularan-penularan virus, karena kan banyak virus di tubuh binatang tersebut tidak menjadi masalah. Mereka hanya pembawa, carrier, tetapi ketika itu menular ke manusia yang kita tidak punya imun, antibodi tentang itu, itu jadi masalah buat manusia. Sehingga kalau kita memilih jalur yang paling aman, ya kita jangan berinteraksi secara langsung dengan satwa liar tersebut, apalagi kita makan, nah itu terlalu berisiko,” jelas Rosek Nursahid.
Rosek mendorong pemerintah serta pemangku kebijakan lainnya, untuk menjadikan wabah saat ini sebagai peringatan dan saat yang tepat untuk mengedukasi masyarakat agar tidak berburu satwa liar di alam, serta melakukan perusakan lingkungan.
“Momen adanya virus corona yang jadi wabah ini, saya pikir menjadi momen yang bagus untuk melakukan edukasi, peningkatan kesadaran, karena kan semoga wabah corona ini selesai. Tetapi, kalau kita tidak menyelesaikan akar permasalahannya (kerusakan lingkungan dan perburuan satwa liar. Red), suatu ketika kan bisa muncul lagi dalam bentuk lain, atau virus-virus lain,” imbuhnya. [pr/ab]