Serangan pesawat nirawak terhadap dua fasilitas minyak utama di Arab Saudi sepekan lalu telah mengubah apa yang tadinya tampak sebagai peluang membuka hubungan AS-Iran menjadi sesuatu yang membutuhkan penanganan mendesak untuk menghindari eskalasi ketegangan yang berbahaya.
Kelompok pemberontak Yaman yang didukung Teheran mengaku bertanggung jawab atas serangan 14 September itu.
Sejumlah pejabat tinggi AS menuding Iran, yang membantah terlibat dalam serangan itu.
President Trump memperketat sanksi terhadap Teheran dan mengatakan bahwa Iran sepertinya mendalangi serangan itu.
"Kelihatannya seperti itu. Kita sedang melakukan penyelidikan dengan seksama, namun kelihatannya seperti itu pada saat ini. Kita akan memberi tahu kalian. Segera kita mengetahui dengan pasti, kita akan memberi tahu kalian. Namun, tampaknya memang seperti itu,” jelasnya.
Pertemuan Trump-Rouhani, yang tadinya diperkirakan banyak pihak akan terjadi di sela-sela sidang Majelis Umum PBB, tampaknya kini menjadi prospek yang tidak pasti. Menurut Alex Vatanka, analis di Middle East Institute, bagi pemimpin Iran, pertemuan itu lebih menawarkan masalah.
"Jika ada pertemuan dengan Presiden Trump di New York, dan presiden Iran tidak mendapatkan apa-apa, ini akan memberikan keuntungan bagi Presiden Trump. Khususnya di mata basis pendukung Trump. Namun di Iran, Rouhani akan dikecam sebagai seorang yang naif, yang seharusnya tidak menghadiri pertemuan itu. Mereka akan mengatakan, sudah memperkirakan, ia tidak akan mendapat apa-apa.”
Selain krisis geopolitik, pemanasan global akan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia yang berkumpul di New York.
Sekjen PBB António Guterres mengatakan, "Ayo kita hadapi. Kita tidak punya banyak waktu. Kita kalah dalam berpacu melawan perubahan iklim.”
Para pemimpin dunia, berbekal rencana konkret untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, diperkirakan akan berpartisipasi pada KTT Senin.
Guterres menyatakan, "Kita akan memperkenalkan prakarsa-prakarsa yang menjanjikan yang diarahkan untuk menghindari penggunaan batubara, mematok harga emisi karbon, menghentikan subsisi bahan bakar fosil, dan mengurangi polusi yang merusak kesehatan kita.”
Pada Sabtu, sebelum para pemimpin dunia bertemu, ratusan aktivis muda di bidang lingkungan akan melangsungkan KTT mereka sendiri. Greta Thunberg, dari Swedia, yang melakukan perjalanan ke AS dengan kapal layar yang tidak mengeluarkan emisi karbon, akan berbicara pada acara itu.
Mulai Selasa, para pemimpin dunia akan berpidato pada sidang Majelis Umum. Salah satu pidato yang paling ditunggu-tunggu akan berasal dari presiden AS.
Richard Gowan, Direktur International Crisis Group PBB, mengatakan, "Saya kira Presiden Trump, seperti biasanya, akan bicara mengenai dirinya, dan ia akan banyak terfokus pada klaimnya bahwa ia telah membuat kemajuan dalam diplomasi nuklir dengan Korea Utara. Trump suka menampilkan dirinya sebagai pencipta perdamaian. Mengingat secara jelas ia tidak berhasil berurusan dengan Iran, isu Korea akan menjadi hal yang akan sangat ditegaskannya.”
Pidato lain yang juga paling ditunggu-tunggu adalah pidato perdana PM Inggris Boris Johnson dan Presiden Brazil Jair Bolsonaro. PM Israel Benjamin Netanyahu, tidak akan hadir pada sidang itu terkait masa depan politiknya yang tidak jelas, menyusul pemilu parlemen yang tidak memberinya kemenangan berarti. [ab/uh]