Lagu “Sepuluh Hak Anak” memeriahkan lomba mewarnai bagi siswa PAUD Al Ikhlas di kelurahan Mekarjaya, Kota Bandung, Rabu (31/10) pagi itu. Sekitar delapan ibu memimpin para siswa ini bernyanyi mengenai perlindungan anak. Praktis, anak-anak pun langsung riang.
“Karena itu kan semuanya punya arti. Memang itu yang harus didapat oleh anak-anak. Dari mulai anak di dalam kandungan sampai sebelum 18 tahun,” ujar Lili Dahlia, yang ikut memimpin nyanyian itu.
Para ibu ini berasal dari kelompok paralegal Mekarjaya yang dibentuk pada akhir 2015 lalu. Dia menjelaskan, lagu dan musik menjadi sarana efektif untuk edukasi kepada anak.
“Supaya dia hafal dan banyak orangtua yang malah diajarkan sama orangtuanya,” kata Lili menambahkan usai lomba gambar di aula kelurahan Mekarjaya.
Komunitas paralegal ini awalnya dibentuk untuk mendampingi anak berhadapan dengan hukum (ABH). Namun dalam perkembangan berbagai persoalan anak, akhirnya mereka pun merambah wilayah pengasuhan dan pencegahan. Edukasi mulai dari kelompok PKK, majelis taklim, puskesmas, sampai lomba menggambar.
Salah satu warga yang juga guru PAUD Al-Ikhlas, Tita Pursita, berharap anak-anak bisa melindungi dirinya kelak. “Ya, makanya ada nyanyiannya itu jadi dia bisa melindungi diri sendiri, supaya gampang dicerna oleh anak,” ungkap Tita.
Paralegal Mekarjaya hadir di tengah maraknya pelanggaran hak dan potensi kekerasan terhadap anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pada 2011-2016 terdapat 22 ribu kasus dalam berbagai bidang. Yang tertinggi adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan total 7.698 kasus disusul keluarga dan pengasuhan alternatif dengan total 4.294 kasus.
Menjawab Kriminalitas Anak dengan Musyawarah
Selain upaya edukasi, paralegal Mekarjaya juga mendampingi ABH. ABH memang menjadi dilema. Di satu sisi anak melanggar hukum tapi juga punya hak-hak yang harus diproteksi.
“Karena stigma masyarakat itu, anak berhadapan dengan hukum (ABH) itu loncatnya pasti ke polisi. Bagaimana masyarakat bisa mengerem dan menahan untuk membawa ABH ke tingkat kepolisian? Sehingga mereka bisa menyelesaikan kasus-kasus hukum anak di masyarakat itu sendiri,” jelas Ida Farida Khoeriyah, Koordinator Rehabilitasi dan Reintegrasi Anak di Penjara dari Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA), ,yang ikut membidani paralegal Mekarjaya.
Itulah yang disebut keadilan restoratif. Artinya, anak tersebut dikembalikan ke keluarga dan masyarakat, serta tidak diadili di meja hijau. Di Mekarjaya, semua itu diputuskan lewat mekanisme formal dengan melibatkan keluarga korban dan pelaku, dicatat dalam berita acara, serta didampingi paralegal.
Ketua Paralegal Mekarjaya Manat Rahmat mengatakan perlu usaha ekstra untuk meyakinkan masyarakat akan cara baru ini.
“Kami berharap bisa diselesaikan antara korban dan pelaku, karena masih anak. Berbesar hati lah. Mari kita selesaikan bersama, bermusyawarah. Tapi, kan, itu harus ada keinginan dan kebesaran hati dari pelaku apalagi korban. Kan jarang yang mau, inginnya diadili, diadili, diadili,” jelasnya.
Mekanisme musyawarah ini diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan disusun pedomannya dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2014.
Namun, tak jarang upaya musyawarah menghasilkan jalan buntu. Seperti yang terjadi ketika seorang remaja di Mekarjaya kedapatan mencuri ponsel dan motor lebih dari sekali.
“Karena di situ masyarakat sudah sangat marah inginnya menghakimi sendiri. Untuk mencegah itu, karena sudah tidak mungkin lagi ada musyawarah, akhirnya anak itu diproses di kepolisian dan secara pidana,” paparnya.
Anak itu divonis 6 bulan masa tahanan namun tim paralegal tidak berhenti bekerja. Mereka mendampingi anak itu untuk menjamin hak-haknya terpenuhi selama proses hukum.
“Kami ikut di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Sampai akhirnya waktu itu diputus dititipkan di LPKA Sukamiskin, kami juga jemput ke sana,” jelasnya.
Tim paralegal pun rutin mengunjungi si anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Manaf menyaksikan sendiri anak itu tetap tumbuh dan tidak merasa dibuang. Bagi tim paralegal, pendekatan kekeluargaan ini adalah bentuk keadilan yang menghormati hak-hak anak.
“Mari kita selesaikan bersama musyawarahkan. Secara baik-baik sehingga anak itu terutama masalah perlindungannya,” ungkapnya. [rt/em]