KAIRO —
Ahmed Moaz al-Khatib hari Minggu mengundurkan diri sebagai ketua Koalisi Nasional Suriah dengan mengatakan, ia akan memiliki lebih banyak kebebasan untuk bekerja di luar institusi resmi apapun.
Dalam sebuah pesan di halaman Facebook-nya, Khatib mengatakan, ia telah menjanjikan rakyat Suriah bahwa ia akan mengundurkan diri jika ada masalah yang menurutnya telah mencapai “batas-batas tertentu.” Ia tidak menjelaskan lebih jauh hal itu.
Khatib dipilih untuk memimpin koalisi tersebut empat bulan lalu dalam upaya untuk menyatukan kelompok oposisi yang kerap terpecah itu.
Pengunduran diri Khatib terjadi sewaktu Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Hamad bin Jassem bin Jabber al-Thani menyambut hasil pemilu koalisi tersebut pekan lalu yang menghasilkan Ghassan Hitto sebagai perdana menteri bayangan dalam pemerintahan sementara di Suriah.
Sheikh Hamad menyebut peran Hitto penting dan langkah yang perlu dalam mempersiapkan pemerintahan sementara Suriah. Sheikh Hamad berbicara di Doha menjelang KTT Arab hari Selasa di mana konflik Suriah diperkirakan akan menjadi agenda penting.
Kelompok oposisi Suriah terpecah sangat tajam terkait arah konflik yang sudah memasuki tahun ketiga tersebut. Beberapa pihak ingin mengadakan dialog dengan pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad, sementara lainnya lebih memilih solusi militer.
Di antara kelompok yang terakhir adalah anggota-anggota Laskar Suriah Merdeka yang banyak menolak gagasan adanya pemerintah oposisi sementara. Mereka mengatakan, gerilyawan juga telah memerintah dan menguasai daerah-daerah di mana terjadi pertempuran sengit.
Ketegangan antar gerilayawan di lapangan dan kelompok oposisi yang berbasis di Turki meningkat seiring adanya persepsi tentang status Hitto sebagai orang luar, khususnya karena ia berkewarganegaraan Amerika.
Direktur Carnegie Middle East Center, Paul Salem, mengatakan, sejak awal ada beberapa masalah dengan kelompok oposisi tersebut ditambah sekarang ini dengan kontroversi seputar pemilihan Hitto dan pengunduran diri Khatib yang menurutnya merupakan perkembangan yang patut disayangkan.
“Kelompok oposisi telah sangat terpecah, tidak menunjukkan posisi meyakinkan baik bagi mereka yang bertempur di dalam Suriah maupun bagi masyarakat kawasan dan internasional yang ingin membantu mereka,” paparnya.
Sementara itu, Uni Eropa yang mendukung kelompok oposisi secara politik juga terpecah setelah pertemuan hari Sabtu yang tidak menghasilkan keputusan apakah akan mencabut embargo senjata yang akan memungkinkan pengiriman senjata kepada para gerilyawan.
Dalam sebuah pesan di halaman Facebook-nya, Khatib mengatakan, ia telah menjanjikan rakyat Suriah bahwa ia akan mengundurkan diri jika ada masalah yang menurutnya telah mencapai “batas-batas tertentu.” Ia tidak menjelaskan lebih jauh hal itu.
Khatib dipilih untuk memimpin koalisi tersebut empat bulan lalu dalam upaya untuk menyatukan kelompok oposisi yang kerap terpecah itu.
Pengunduran diri Khatib terjadi sewaktu Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Hamad bin Jassem bin Jabber al-Thani menyambut hasil pemilu koalisi tersebut pekan lalu yang menghasilkan Ghassan Hitto sebagai perdana menteri bayangan dalam pemerintahan sementara di Suriah.
Sheikh Hamad menyebut peran Hitto penting dan langkah yang perlu dalam mempersiapkan pemerintahan sementara Suriah. Sheikh Hamad berbicara di Doha menjelang KTT Arab hari Selasa di mana konflik Suriah diperkirakan akan menjadi agenda penting.
Kelompok oposisi Suriah terpecah sangat tajam terkait arah konflik yang sudah memasuki tahun ketiga tersebut. Beberapa pihak ingin mengadakan dialog dengan pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad, sementara lainnya lebih memilih solusi militer.
Di antara kelompok yang terakhir adalah anggota-anggota Laskar Suriah Merdeka yang banyak menolak gagasan adanya pemerintah oposisi sementara. Mereka mengatakan, gerilyawan juga telah memerintah dan menguasai daerah-daerah di mana terjadi pertempuran sengit.
Ketegangan antar gerilayawan di lapangan dan kelompok oposisi yang berbasis di Turki meningkat seiring adanya persepsi tentang status Hitto sebagai orang luar, khususnya karena ia berkewarganegaraan Amerika.
Direktur Carnegie Middle East Center, Paul Salem, mengatakan, sejak awal ada beberapa masalah dengan kelompok oposisi tersebut ditambah sekarang ini dengan kontroversi seputar pemilihan Hitto dan pengunduran diri Khatib yang menurutnya merupakan perkembangan yang patut disayangkan.
“Kelompok oposisi telah sangat terpecah, tidak menunjukkan posisi meyakinkan baik bagi mereka yang bertempur di dalam Suriah maupun bagi masyarakat kawasan dan internasional yang ingin membantu mereka,” paparnya.
Sementara itu, Uni Eropa yang mendukung kelompok oposisi secara politik juga terpecah setelah pertemuan hari Sabtu yang tidak menghasilkan keputusan apakah akan mencabut embargo senjata yang akan memungkinkan pengiriman senjata kepada para gerilyawan.