Kepala badan PBB yang membantu warga Palestina (UNRWA), pada Kamis (16/11), mengatakan bahwa ketika bahan bakar habis di Jalur Gaza, lembaga kemanusiaan tidak akan dapat terus membantu warga Palestina di sana.
“Saya yakin ada upaya yang disengaja untuk menghambat operasi kami dan melumpuhkan operasi UNRWA,” kata Komisaris Jenderal Philippe Lazzarini kepada wartawan di Jenewa.
Ia mengatakan UNRWA telah meminta bahan bakar selama berminggu-minggu dan hanya menerima separuh truk pada Rabu (15/11).
UNRWA mengatakan 23.000 liter bahan bakar tersebut datang dengan batasan dari otoritas Israel yang menyatakan bahwa ke 23.000 liter bahan bakar itu hanya dapat digunakan untuk truk bantuan badan tersebut.
Israel telah melarang impor bahan bakar ke Gaza, dengan mengatakan pengiriman bahan bakar akan dialihkan oleh Hamas untuk mesin perangnya. Pihak militer Israel telah memerangi Hamas sejak kelompok tersebut melakukan serangan teror brutal dan mematikan di wilayah Israel pada tanggal 7 Oktober. Kelompok yang ditetapkan AS sebagai kelompok teror itu menguasai Jalur Gaza.
“Jelas, jika masalah bahan bakar tidak diatasi, kita menghadapi risiko seluruh operasi kemanusiaan terhenti,” kata Lazzarini, seraya menambahkan bahwa “keterlaluan” jika lembaga kemanusiaan harus meminta bahan bakar.
UNRWA mengatakan tidak akan ada pergerakan konvoi bantuan pada hari Jumat melalui penyeberangan Rafah dengan Mesir karena pemadaman telekomunikasi terbaru.
“Jaringan komunikasi di Gaza terputus karena tidak ada bahan bakar, dan hal ini membuat pengelolaan atau koordinasi konvoi bantuan kemanusiaan menjadi mustahil,” kata Juliette Touma, direktur komunikasi UNRWA, kepada wartawan dalam video briefing dari Amman, Yordania.
'Roti adalah kemewahan yang langka'
Sementara itu, Program Pangan Dunia (WFP) meningkatkan kekhawatiran akan meningkatnya malnutrisi dan kelaparan, seiring dengan ambruknya rantai pasokan makanan di Gaza.
Dari sekitar 1.129 truk bantuan yang memasuki Gaza sejak 21 Oktober, hanya 447 yang membawa bahan makanan. Kekurangan bahan bakar telah melumpuhkan toko roti. Tujuh puluh persen warga Gaza tidak mempunyai air minum bersih. Harga makanan pun telah melonjak. WFP mengatakan warga beruntung bisa mendapat satu kali makan sehari.
“Makanan yang masuk ke Gaza sejauh ini hanya cukup untuk memenuhi 7% kebutuhan kalori minimum harian masyarakat,” kata juru bicara WFP, Abeer Etefa, kepada wartawan dari Kairo. “Dengan semakin dekatnya musim dingin, tempat penampungan yang tidak aman dan penuh sesak, kurangnya air bersih – orang-orang menghadapi kemungkinan kelaparan.”
WFP telah berhasil membantu 764.000 warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat sejak awal Oktober, dan mereka berharap dapat mencapai satu juta orang pada bulan depan. Etefa mengatakan bahwa untuk melakukan hal tersebut, mereka perlu meningkatkan jumlah truk bantuan yang memasuki Gaza melalui lebih dari satu titik penyeberangan yang tersedia. Kerem Shalom, yang menurut PBB merupakan satu-satunya penyeberangan dengan kapasitas untuk memproses truk dalam jumlah besar dengan cepat, hingga kini masih ditutup. Sejumlah organisasi bantuan telah meminta Israel untuk membukanya kembali.
Toko roti, yang menjadi makanan pokok warga Palestina sehari-hari, sebagian besar tutup karena kekurangan bahan bakar atau kerusakan akibat perang. Etefa mengatakan bahwa pada awal konflik, WFP bekerja sama dengan 23 toko roti untuk menyediakan roti segar setiap hari kepada 200.000 orang di tempat penampungan UNRWA.
“Ini sudah berakhir karena 23 toko roti sudah tidak beroperasi lagi,” katanya.
Pabrik tepung terigu terakhir di Gaza dilaporkan dihantam dan dihancurkan pada Rabu, sehingga semakin sulit memproduksi roti secara lokal.
“Roti adalah barang mewah yang langka,” katanya.
Namun dengan bahan bakar yang memadai, Etefa mengatakan beberapa toko roti bisa segera kembali beroperasi.
“Kami masih memiliki sisa tepung terigu yang bisa diberikan ke beberapa toko roti ini, dan mereka bisa segera mulai bekerja,” katanya. “Kami juga dapat memprioritaskan tepung terigu pada konvoi yang menuju Gaza.”
Pada Rabu, Dewan Keamanan PBB mengatasi kelambanan dan perselisihan selama berminggu-minggu untuk mengeluarkan seruan “jeda kemanusiaan yang diperpanjang” di Gaza, untuk mendapatkan bantuan dan mengevakuasi mereka yang sakit parah dan terluka, namun Israel segera menolak tindakan tersebut. [my/lt]
Forum