Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken kembali terbang ke Timur Tengah pada Kamis (4/1) malam di tengah meningkatnya upaya diplomatik untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah Jalur Gaza yang sedang dikoyak perang, juga di saat semakin besarnya tekanan internasional terhadap Israel untuk mengurangi jatuhnya korban sipil di Palestina.
Lawatan Blinken yang keempat ke Timur Tengah sejak tanggal 7 Oktober lalu itu berlangsung ketika perang Israel-Hamas hampir mencapai tiga bulan. Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan beberapa negara lain telah menyatakan Hamas sebagai organisasi teroris.
“Blinken akan melawat ke Turki, Yunani, Yordania, Qatar, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Israel, Tepi Barat dan Mesir untuk melangsungkan sejumlah pertemuan dengan mitra-mitranya di luar negeri dan lainnya,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller dalam konferensi pers pada Kamis.
Departemen Luar Negeri lebih jauh mengatakan Blinken akan membahas langkah-langkah segera untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza secara substansial, antara lain dengan menambah jumlah truk yang diizinkan memasuki Gaza untuk mengantar makanan, air bersih, obat-obatan dan barang-barang komersil.
“Anda akan melihat kami mendorong berbagai langkah tambahan tentang bagaimana kondisi Gaza seharusnya setelah konflik ini berakhir nanti,” tambah Miller.
AS tolak pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza
Israel memulai kampanye militernya untuk membubarkan Hamas setelah kelompok militan itu menyerang wilayah selatan Israel pada 7 Oktober lalu, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 240 orang lainnya.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikuasai oleh Hamas, mengatakan hingga hari Kamis sedikitnya 22.000 warga Palestina tewas akibat serangan tanpa kenal henti Israel di Gaza. Sebagian besar korban tewas itu adalah perempuan dan anak-anak.
Amerika Serikat telah dengan tegas menolak tindakan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza. AS juga mengupayakan peta jalan pasca-perang bagi wilayah Palestina.
“Gaza, sekali lagi, tidak boleh menjadi lokasi pengerahan serangan terhadap Israel,” ujar Miller kepada VOA pada Rabu (3/1). “Apa yang kami ingin lihat adalah bersatunya Gaza dan Tepi Barat di bawah kepemimpinan Palestina, dan tentunya tidak ada peran bagi Hamas.”
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, pada Kamis, menguraikan rencana negara itu dalam operasi tahap berikutnya di Gaza. Pendekatan baru itu mencakup strategi yang lebih tepat sasaran di bagian utara Gaza dan melanjutkan pengejaran para pemimpin Hamas di selatan Gaza.
Dalam sebuah pernyataan Gallant mengatakan, setelah perang berakhir, Gaza tidak lagi berada di bawah kendali Hamas. Meskipun Israel akan mengontrol kebebasan operasional, tidak ada lagi warga sipil Israel yang tinggal di Jalur Gaza.
Usulan Mesir untuk akhiri perang
Pada minggu lalu, Mesir mengusulkan sebuah rencana untuk menyudahi konflik militer yang saat ini berlangsung dengan memberlakukan gencatan senjata, membebaskan sandera secara bertahap, dan membentuk pemerintahan pakar Palestina untuk mengelola Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Detail rencana itu telah dikerjakan bersama Qatar dan disajikan kepada Israel, Hamas, PBB dan negara-negara Eropa. Tetapi Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh pada Selasa (2/1) mengatakan pembebasan sandera hanya dilakukan sesuai syarat-syarat yang disampaikan Hamas.
Departemen Luar Negeri mengatakan “prioritas utama” pemerintah Amerika Serikat adalah membawa pulang seluruh sandera, tetapi menolak mengomentari perundingan yang sedang berlangsung. [em/jm]
Forum