Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang memberikan izin reklamasi di kawasan rekreasi Ancol, Jakarta seluas 150 hektar.
Izin tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dufan seluas ±35 hektar dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas ± 120 hektar. Keputusan ini ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta pada 24 Februari 2020.
Sekjen KIARA, Susan Herawati mengatakan, pemberian izin reklamasi ini berlawanan dengan janji Anies yang akan menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Selain itu, kata dia, izin reklamasi ini cacat hukum karena tidak menggunakan undang-undang tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai dasar keputusan gubernur.
"Sebenarnya reklamasi ini untuk siapa. Kita bisa melihat bahwa reklamasi tidak untuk nelayan atau masyarakat bahari. Tapi lebih kepada para pengusaha atau pengembang yang diuntungkan dalam proyek reklamasi," jelas Susan Herawati kepada VOA, Sabtu (28/6).
Susan menambahkan pemberian izin reklamasi ini akan memperkuat praktik komersialisasi kawasan pesisir di Teluk Jakarta. Padahal, kata dia, kawasan pantai, pesisir dan perairan merupakan milik seluruh warga negara Indonesia. Namun, dengan pemberian izin ini, maka warga akan terpaksa membayar untuk masuk ke dalam kawasan Ancol.
Ia juga menilai pemberian izin reklamasi akan mendorong kerusakan kawasan perairan Ancol serta kawasan tempat pengambilan material pasir untuk bahan pengurukan.
“Reklamasi untuk perluasan Pantai Ancol akan semakin memperparah kerusakan dua kawasan sekaligus, kawasan perairan Ancol di Teluk Jakarta dan lokasi tempat pengambilan material pasir. Ekosistem perairan semakin hancur, ekosistem darat akan mengalami hal serupa. Inilah salah satu bahayanya reklamasi,” tambah Susan.
Kata Susan, pemberian izin reklamasi tidak melibatkan masyarakat bahari dan terkesan tertutup. Akibatnya, keputusan yang sudah dikeluarkan sejak Februari lalu baru diketahui lembaganya pada Juni 2020.
VOA menghubungi Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yogi Ikhwan terkait pemberian izin reklamasi ini. Namun, menurutnya pemberian izin reklamasi bukan wewenang Dinas Lingkungan Hidup dan menyarankan konfirmasi ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta. Namun, hingga berita ini diturunkan Kepala DPMPTSP DKI Jakarta Benni Aguscandra belum bersedia memberikan tanggapan.
Namun, merujuk kepada keputusan gubernur tersebut, pemerintah provinsi DKI Jakarta mewajibkan PT Pembangunan Jaya Ancol melakukan sejumlah hal. Antara lain menyediakan angkutan umum massal, infrastruktur pengendali banjir dan ruang terbuka hijau, serta pengerukan sedimentasi sungai di sekitar kawasan.
Selain itu, perusahaan juga diminta memberikan kontribusi lima persen lahan matang dari luas kotor daerah yang diperluas yang wajib diserahkan kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta. Termasuk kewajiban tambahan yang akan ditetapkan oleh Gubernur Jakarta. [sm/ft]