Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada Kamis (8/9) menyatakan tekad negaranya tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklirnya atau menggunakannya sebagai alat tawar menawar dalam perundingan. Ini merupakan isyarat terbaru dari sikap keras Kim terhadap AS dan sekutu-sekutunya.
Majelis Rakyat Tertinggi, badan legislatif tertinggi Korea Utara, awal pekan ini mengesahkan UU yang lebih jauh mengabadikan status senjata nuklir negara itu, kata kantor berita resmi KCNA pada Jumat (9/9).
Korea Utara “tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklir dan sama sekali tidak ada denuklirisasi, tidak ada perundingan, dan tidak ada alat tawar menawar untuk ditukar dalam proses,” kata Kim dalam pidato hari Kamis, menurut KCNA.
Kim menuduh AS berusaha menjatuhkan pemerintahnya dengan menekannya agar menyerahkan senjata nuklirnya tetapi ia mengatakan bahwa kebijakan itu akan gagal.
Korea Utara meninggalkan pembicaraan nuklir dengan AS pada tahun 2019. Sejak itu negara tersebut memulai kembali uji coba rudal, melakukan peluncuran yang mencapai rekor pada tahun ini. Para pejabat AS mengatakan Korea Utara juga telah bersiap untuk melakukan peledakan nuklirnya yang ketujuh.
Menurut UU baru yang disahkan pada Senin, Korea Utara akan membalas dengan serangan nuklir langsung jika negara itu diserang oleh “kekuatan-kekuatan musuh.”
UU itu juga menguraikan beberapa skenario lain di mana Korea Utara akan menggunakan nuklirnya, termasuk serangan terhadap pemimpin negara atau kekuatan nuklir strategis, atau untuk melindungi eksistensi negara.
Meskipun UU itu menyatakan penggunaan senjata nuklir merupakan pilihan terakhir, disebutkan bahwa senjata itu penting bagi kedaulatan dan integritas teritorial Korea Utara.
Pernyataan semacam itu secara luas sejalan dengan cara Korea Utara sejak lama dalam menggambarkan arsenal nuklirnya, meskipun kadang-kadang Pyongyang memberikan sinyal yang beragam.
Ketika ditanya pada tahun 2019, dalam pertemuan dengan mantan Presiden AS Donald Trump, apakah ia siap untuk melakukan denuklirisasi, Kim menjawab, “Jika saya tidak bersedia melakukan itu, saya tidak akan berada di sini sekarang juga.”
Pada pertemuan pertama mereka, Juni 2018, Trump dan Kim menandatangani pernyataan singkat mengenai kesepakatan “untuk bekerja menuju denuklirisasi penuh Semenanjung Korea.”
Setelah itu, para pejabat Korea Utara yang berbicara melalui media yang dikontrol pemerintah mengklarifikasi bahwa kesepakatan ini berarti AS juga harus menyingkirkan “ancaman nuklir” dari daerah di sekitar Korea.
AS memiliki sekitar 28 ribu tentara di Korea Selatan – sisa-sisa Perang Korea tahun 1950-an, yang berakhir dengan gencatan senjata bukannya perjanjian perdamaian. Juga ada sekitar 55 ribu tentara AS di Jepang. [uh/ab]
Forum