Tim negosiasi Taliban dan pemerintah Afghanistan sepakat untuk merujuk perbedaan interpretasi hukum Syariah kepada sebuah komite bersama, melindungi kerahasiaan pembicaraan damai yang sedang berlangsung dan menjalankan proses dengan "jujur, tulus, dan kebulatan tekad," berdasarkan kode etik yang disepakati kedua belah pihak minggu lalu.
VOA memperoleh salinan 21 kode etik yang dipuji sebagai sebuah terobosan setelah hampir tiga bulan kedua pihak bernegosiasi yang secara resmi dimulai pada 12 September 2020.
Zalmay Khalilzad, wakil khusus Amerika Serikat untuk rekonsiliasi Afghanistan, menyebutnya sebagai "tonggak" dan melalui cuitan menyatakan “Rakyat #Afghanistan sekarang mengharapkan kemajuan pesat dalam peta jalan politik dan sebuah gencatan senjata.”
Bagian pembukaan kode etik itu menetapkan empat prinsip sebagai dasar negosiasi.
Yang pertama adalah kesepakatan yang ditandatangani pada 29 Februari 2020 di Doha, antara Amerika Serikat dan Taliban. Pemerintah Afghanistan bukanlah pihak yang berada dalam kesepakatan itu dan tim negosiasi pemerintah itu sangat menolak penyertaannya, menurut sumber yang mengetahui pembicaraan damai tersebut.
Kesepakatan Doha mengumumkan batas waktu bagi penarikan semua pasukan asing dari Afghanistan dan pembebasan tahanan Taliban dengan jaminan bahwa Taliban akan memutuskan hubungan dengan kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan mencegah siapa pun yang merencanakan atau melakukan serangan teroris terhadap AS atau sekutunya dari wilayah Afghanistan.
Pada akhirnya, perjanjian AS-Taliban diikutsertakan namun dimasukkan ke dalam tiga prinsip lainnya yang semuanya berfokus pada tuntutan dalam "perdamaian yang tahan lama".
Bagian lain dokumen itu menjelaskan bagaimana kedua pihak akan berperilaku selama proses negosiasi dan masalah yang dapat atau tidak bisa menjadi bagian dari agenda tersebut. [mg/jm]