MARKAS PBB, NEW YORK —
Komisi Penyelidik PBB telah mengeluarkan laporan baru yang mendokumentasikan kejahatan terhadap kemanusiaan di Korea Utara – termasuk kerja paksa dan kelaparan di kamp-kamp penjara, pelecehan seksual terhadap tahanan dan eksekusi di depan publik bagi pelanggaran politik.
Laporan itu mendokumentasikan berbagai pelanggaran sistematis yang diduga dilakukan oleh para pejabat tinggi, bahkan mungkin oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Dewan HAM PBB akan membahas laporan itu tanggal 17 Maret mendatang. Dewan itu kemungkinan akan mengeluarkan resolusi yang bisa menghantarkan masalah ini ke Dewan Keamanan, yang dapat mengadukan Korea Utara ke Mahkamah Kejahatan Internasional.
Tapi Mike Kulma, analis Asia Society, mengatakan China kemungkinan akan memveto setiap upaya untuk melakukan hal itu.
“Saya kira masalah ini tidak akan pernah bisa lolos dari Dewan Keamanan. China pasti tidak akan menyetujuinya,”kata Mike Kulma.
Meskipun demikian, Ivan Simonovic, Asisten Sekretaris Jenderal PBB urusan Hak Asasi Manusia, mengatakan kantornya mendukung pengaduan terhadap Mahkamah Kejahatan Internasional dan laporan itu bisa memainkan peran dalam penuntutan kelak.
“Saya kira setelah adanya laporan yang menghebohkan ini, nantinya akan ada tekanan dari negara-negara anggota untuk memastikan bahwa sesuatu yang lain dilakukan juga. Kantor saya, kantor HAM – mendokumentasikan dan menjadi tempat penyimpanan berbagai kesaksian dan bukti yang suatu ketika dapat digunakan dalam proses pidana terhadap para pelaku kejahatan,”kata Simonovic.
Phil Robertson adalah deputi kepala Human Rights Watch untuk Asia. Melalui Skype dia mengatakan laporan itu membuat para pemimpin dunia sulit mengabaikan berbagai pelanggaran di Korea Utara.
“Dan itu sebagaimana mestinya, sebab terus terang, jika kita melihat peran pelanggaran HAM di Korea Utara, pemerintah menggunakan rasa takut rakyat untuk melanggengkan kekuasaannya. Yang membuat warga Korea Utara patuh adalah rasa takut dikirim ke kamp penjara politik, rasa takut ditangkap, disiksa, dipukuli dan mungkin dieksekusi di depan umum,” papar Robertson.
Kulma menambahkan bahwa hak asasi manusia bisa menjadi poin yang dipakai berulang kali dalam pembahasan isu-isu Korea Utara lainnya.
“Apa yang mungkin menjadi dampak dari laporan ini ketika negara-negara anggota PBB berunding tentang bagaimana bereaksi terhadap, misalnya, uji coba nuklir lainnya oleh Korea Utara? Atau bagaimana mereka bereaksi terhadap uji coba rudal oleh Korea Utara? Apakah mereka akan melakukan sesuatu pada kekuatan sanksi yang diberlakukan terhadap Korea Utara?” demikian beberapa pertanyaan yang diajukan Kulma.
Kalangan analis Korea Utara mengatakan dalam jangka pendek, laporan PBB itu kemungkinan tidak akan mendorong Korea Utara untuk mengubah perilakunya. Tetapi untuk jangka panjang, tekanan internasional yang berkelanjutan kemungkinan ada pengaruhnya.
Laporan itu mendokumentasikan berbagai pelanggaran sistematis yang diduga dilakukan oleh para pejabat tinggi, bahkan mungkin oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Dewan HAM PBB akan membahas laporan itu tanggal 17 Maret mendatang. Dewan itu kemungkinan akan mengeluarkan resolusi yang bisa menghantarkan masalah ini ke Dewan Keamanan, yang dapat mengadukan Korea Utara ke Mahkamah Kejahatan Internasional.
Tapi Mike Kulma, analis Asia Society, mengatakan China kemungkinan akan memveto setiap upaya untuk melakukan hal itu.
“Saya kira masalah ini tidak akan pernah bisa lolos dari Dewan Keamanan. China pasti tidak akan menyetujuinya,”kata Mike Kulma.
Meskipun demikian, Ivan Simonovic, Asisten Sekretaris Jenderal PBB urusan Hak Asasi Manusia, mengatakan kantornya mendukung pengaduan terhadap Mahkamah Kejahatan Internasional dan laporan itu bisa memainkan peran dalam penuntutan kelak.
“Saya kira setelah adanya laporan yang menghebohkan ini, nantinya akan ada tekanan dari negara-negara anggota untuk memastikan bahwa sesuatu yang lain dilakukan juga. Kantor saya, kantor HAM – mendokumentasikan dan menjadi tempat penyimpanan berbagai kesaksian dan bukti yang suatu ketika dapat digunakan dalam proses pidana terhadap para pelaku kejahatan,”kata Simonovic.
Phil Robertson adalah deputi kepala Human Rights Watch untuk Asia. Melalui Skype dia mengatakan laporan itu membuat para pemimpin dunia sulit mengabaikan berbagai pelanggaran di Korea Utara.
“Dan itu sebagaimana mestinya, sebab terus terang, jika kita melihat peran pelanggaran HAM di Korea Utara, pemerintah menggunakan rasa takut rakyat untuk melanggengkan kekuasaannya. Yang membuat warga Korea Utara patuh adalah rasa takut dikirim ke kamp penjara politik, rasa takut ditangkap, disiksa, dipukuli dan mungkin dieksekusi di depan umum,” papar Robertson.
Kulma menambahkan bahwa hak asasi manusia bisa menjadi poin yang dipakai berulang kali dalam pembahasan isu-isu Korea Utara lainnya.
“Apa yang mungkin menjadi dampak dari laporan ini ketika negara-negara anggota PBB berunding tentang bagaimana bereaksi terhadap, misalnya, uji coba nuklir lainnya oleh Korea Utara? Atau bagaimana mereka bereaksi terhadap uji coba rudal oleh Korea Utara? Apakah mereka akan melakukan sesuatu pada kekuatan sanksi yang diberlakukan terhadap Korea Utara?” demikian beberapa pertanyaan yang diajukan Kulma.
Kalangan analis Korea Utara mengatakan dalam jangka pendek, laporan PBB itu kemungkinan tidak akan mendorong Korea Utara untuk mengubah perilakunya. Tetapi untuk jangka panjang, tekanan internasional yang berkelanjutan kemungkinan ada pengaruhnya.