Perlu waktu hampir dua tahun untuk berunding dalam menyelesaikan komposisi Komite Konstitusi. Utusan Khusus untuk Suriah, Geir Pedersen, mengatakan, ini adalah perjanjian pertama setelah lebih dari delapan tahun konflik.
Ia mengatakan, komite tidak akan menyelesaikan krisis di Suriah, tetapi ini bisa menjembatani perbedaan dalam masyarakat Suriah dan membangun kepercayaan. Pedersen menambahkan hal ini diharapkan bisa menjadi pembuka pintu bagi proses politik yang lebih luas.
Menurutnya, gencatan senjata nasional akan memajukan proses, dan membantu menstabilkan situasi di Idlib dan di timur laut negara itu.
Suriah dan sekutu Rusia-nya terlibat dalam serangan untuk merebut kembali wilayah itu dari kelompok militan terkait al-Qaida Hayat Tahrir al-Sham.
"Situasi di timur laut adalah salah satu dari banyak tantangan yang kami hadapi. Yang kami lakukan adalah memastikan bahwa komite mencakup perwakilan dari semua unsur masyarakat Suriah, karena ada perbedaan etnis, agama, dan tentu saja, afiliasi politik yang berbeda," kata Pedersen.
Komite yang beranggotakan 150 orang itu dibagi menjadi tiga kelompok, terdiri dari 50 pemerintah, 50 oposisi dan 50 anggota masyarakat sipil, 30 persen di antaranya perempuan. Seluruh kelompok akan berkumpul di ruangan yang sama pada awal pertemuan dan kemudian membaginya menjadi sesi-sesi kecil untuk membahas berbagai aspek konstitusi yang diajukan.
Pertemuan itu dipandang sebagai langkah penting pertama dalam mengakhiri perang saudara yang telah lama di Suriah, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perang itu telah menewaskan lebih dari 400.000 orang dan membuat lebih dari 12 juta orang terlantar.
Pedersen mengatakan, membebaskan tahanan dan memberi informasi tentang orang hilang, dapat membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang bertikai. Ia mengatakan, itu bisa membantu Komite Konstitusi merundingkan perjanjian yang mencerminkan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. [ps/ii]