Dr. Monica Thallinger merawat puluhan kasus kekurangan gizi setiap hari di Hilaweyn, kamp pengungsi terbaru di Ethiopia. Saat memeriksa seorang anak, Dr. Thallinger mengatakan, “Anak ini menderita kekurangan gizi yang parah karena tidak diberi cukup makanan untuk waktu yang lama. Lalu, kami beri susu dari jenis tertentu karena tubuhnya tak sanggup mencerna makanan," ujar Dr. Thallinger.
Ketika organisasi Doctors Without Borders (Dokter Tanpa Tapal Batas) mendirikan klinik di bangunan berdinding seng belum sepenuhnya rampung pada bulan Agustus di Hilaweyn, jumlah anak-anak meninggal akibat kekurangan gizi bisa lebih dari satu sehari. Dua bulan kemudian, kordinator klinik darurat Aria Danika mengatakan, mereka merawat 1.000 pasien sehari, dan hanya satu anak yang meninggal dalam dua minggu terakhir.
“Tingkat kematian sekarang ini di bawah satu persen," ujar Aria. "Informasi yang kami peroleh dari hasil pembicaraan dengan masyarakat dan hitungan kematian setiap minggu, . Kami menyimpulkan jumlah kematian menurun, namun, kasus kekurangan gizi masih banyak.”
Hilaweyn merupakan satu dari empat kamp di kompleks Dollo Ado di Ethiopia, yang dihuni 125.000 pengungsi yang melarikan diri dari bencana kelaparan Somalia, dan pemerintahan kejam yang diberlakukan Al-Shabab, kelompok ekstrim Islamis.
Lima ribu pengungsi yang baru datang, tinggal di penampungan sementara sambil menunggu selesainya pembangunan kamp kelima yang akan selesai dalam beberapa minggu.
Amina Salat Saman yang berusia 30 tahun tiba di Dollo Ado beberapa hari lalu dengan menunggang keledai. Ia dengan bangga memamerkan bayi laki-laki yang lahir setelah dia tiba di stasiun penerimaan pengungsi. Saman mengatakan keluarganya selamat dari bencana kelaparan, namun, melakukan perjalanan berbahaya dari Somalia ketika kondisi keamanan tiba-tiba memburuk.
Penghuni-penghuni kamp mengaku mereka tertarik pada status pengungsi karena akan menerima pengobatan bermutu, suatu yang tidak ada di pedesaan Somalia.
Sambil mendengarkan siaran radio tentang ofensif militer Kenya terhadap wilayah yang dikuasai Al-Shabab, penghuni kamp bertanya-tanya apakah perdamaian memungkinkan mereka kembali ke negara mereka. Mereka sadar hidup di sebuah kamp pengungsi adalah kehampaan, namun, mereka juga sadar bahwa ketersediaan makanan dan layanan kesehatan yang lebih baik dibandingkan penderitaan yang mereka alami di Somalia dalam beberapa tahun terakhir.