Tautan-tautan Akses

Kongres Akan Adakan Pemungutan Suara untuk RUU Imigrasi


Presiden AS Donald Trump bertemu dengan para anggota Kongreas dan penegak hukum untuk membahas berbagai masalah kriminal dan imigrasi, di Gedung Putih, Washington, 6 Februari 2018.
Presiden AS Donald Trump bertemu dengan para anggota Kongreas dan penegak hukum untuk membahas berbagai masalah kriminal dan imigrasi, di Gedung Putih, Washington, 6 Februari 2018.

Fraksi Republik di DPR memiliki satu kesempatan terakhir memenangkan suara yang diperlukan untuk meloloskan undang-undang reformasi imigrasi, yang akan mendanai pembangunan tembok perbatasan Presiden Trump, mengatasi krisis penahanan keluarga-keluarga imigran ilegal dan menyediakan jalur menuju kewarganegaraan bagi 1,8 juta imigran muda ilegal. Namun, meski legislasi itu disebut-sebut sebagai hasil kompromi, bisa jadi sulit diloloskan.

Dalam pertemuan dengan para anggota Kongres di Gedung Putih pada Selasa (26/6/2018) sore, Presiden Donald Trump menyampaikan permintaan yang tidak asing lagi bagi warga Amerika, yakni apa yang dikatakannya sebagai tindakan di perbatasan.

“Kita harus mengubah seluruh gambaran imigrasi. Kita akan bisa melakukannya. Kita perlu tembok perbatasan. Kita membutuhkan perbatasan. Kita membutuhkan keamanan perbatasan,” kata Presiden Donald Trump.

Tetapi, imbauan demikian bukan merupakan dorongan spesifik yang diperlukan oleh para anggota Fraksi Republik di DPR, seperti disampaikan oleh anggota Kongres dari Partai Republik, Tom Cole.

“Kami ingin Presiden menerima RUU ini sepenuhnya dan secara lebih aktif karena menurut kami RUU ini benar-benar mencerminkan posisi dia dalam isu ini,” kata Tom Cole.

Cuitan Presiden Trump lewat Twitter baru-baru ini mengesampingkan peluang RUU itu di Senat. Hal itu menjadi faktor utama yang membuat RUU itu kekurangan 20 sampai 30 suara dari 215 yang diperlukan agar bisa lolos.

Isu lainnya adalah mengajak para anggota Kongres untuk bersama-sama menuntaskan beberapa bagian RUU, mulai dari peningkatan pendanaan untuk keamanan perbatasan dan menyediakan jalur menuju kewarganegaraan bagi 1,8 juta imigran gelap yang dibawa masuk ke Amerika sewaktu anak-anak.

Selain itu, beberapa hal seperti sistem verifikasi ketenagakerjaan, pemotongan signifikan jumlah imigran legal, penghentian program undian visa imigran serta penghentian program pemberian visa imigran berdasarkan hubungan keluarga jauh, juga menjadi isu lainnya.

“Antara basis konservatif ekstrem kanan yang tidak terlalu berminat pada penyelesaian masalah orang muda tidak berdokumen yang dibawa masuk ke Amerika ketika kanak-kanak (DREAMers) serta jalan menuju kewarganegaraan mereka dan kemudian sisi moderat anggota Fraksi Republik dengan konstituen pinggiran kota yang tidak ingin bertindak untuk DACA, dan kemudian ditambah lagi seorang presiden yang sangat mudah berubah pendirian yang juga mendorong dilakukannya perubahan undang-undang imigrasi – ini semua sepertinya terlalu berat bagi Fraksi Republik yang terbagi untuk mengatasinya,” kata Sarah Binder dari Brookings Institution, sebuah lembaga penelitian bergengsi di Washington, D.C., kepada VOA.

Sementara itu, kontroversi yang sedang berlangsung tentang memisahkan anak-anak dari orang tua mereka yang masuk ke Amerika secara ilegal menambah semakin mendesaknya pemungutan suara itu.

“Mudah-mudahan Kongres akan mengesahkan undang-undang dan memperbaiki masalah. Mengapa ini harus begitu sulit? Mereka semua mengatakan mereka tidak ingin memisahkan anggota keluarga. Bagi saya, sepertinya itu akan sangat mudah,” kata juru bicara Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders, mengomentari pemungutan suara di DPR untuk RUU Imigrasi itu.

Yang menjadi isu adalah sebuah keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa pemerintah tidak dapat menahan anak-anak lebih dari 20 hari, sehingga mustahil untuk menahan anak-anak dan orang tua mereka bersama-sama. Otoritas imigrasi berpendapat bahwa keputusan itu seakan mengikat tangan mereka.

Ketua DPR Paul Ryan mengatakan RUU imigrasi yang lebih luas, yang juga mencakup penanganan masalah anak-anak yang ditahan, layak mendapat kesempatan lolos sebelum DPR mencari penyelesaian atas keputusan pengadilan tentang penahanan anak-anak yang tidak boleh lebih dari 20 hari itu.

“Saya ingin bersandar pada pemungutan suara itu dan melakukannya sebaik yang bisa kita lakukan, dan kemudian jika itu tidak berhasil, maka kita akan melewatinya,” ujar Ketua DPR Paul Ryan.

Sebuah kesempatan yang harus segera dilewati oleh para anggota dewan dengan hanya dua hari kerja yang tersisa sebelum dimulainya reses liburan 11 hari. [lt/uh]

XS
SM
MD
LG