Kongres AS hari Rabu (17/7) melakukan pemungutan suara mengenai apakah akan memulai proses pemakzulkan Presiden Donald Trump. Usulan itu besar kemungkinan akan gagal, tetapi pemungutan suara seperti itu bisa menunjukkan sikap majelis yang dikontrol oleh Partai Demokrat.
Pemungutan suara itu didesak oleh Anggota Kongres Al Green, seorang Demokrat dari Texas. Ketua DPR Nancy Pelosi dan para pemimpin Kongres lainnya sebaliknya mendukung peyelidikan legislatif terhadap kampanye Trump 2016 terkait dengan Rusia, keuangan dan pajaknya, dan apakah, sebagai presiden, ia menghalangi keadilan dengan mencoba menggagalkan penyelidikan khusus oleh Robert Mueller.
Green sebelumnya menggunakan aturan legislatif di Kongres untuk melapangkan jalan bagi dua pemungutan suara pada bulan Desember 2017 dan sebulan kemudian, ketika Kongres yang dikuasai Partai Republik berhasil menentang upayanya. Namun pemungutan suara baru ini merupakan yang pertama kalinya Green memunculkan kembali isu ini sejak Demokrat mengambil alih majelis itu pada Januari.
Pelosi tadinya tidak setuju untuk mulai proses pemakzulan Presiden dan lebih mendukung penyelidikan yang sedang berlangsung. Ia khawatir langkah pemakzulan tidak akan menguntungkan Partai Demokrat dari sudut politik, meskipun Kongres setuju untuk memakzulkan Trump. Senat yang dikuasai Partai Republik kecil kemungkinannya akan bersedia menghukum Trump dan dibutuhkan dua pertiga suara untuk memecat Presiden.
Pelosi hari Selasa belum memberi komitmen bagaimana ia akan menanggapi permintaan Green bagi pemungutan suara pemakzulan itu.
"Itu tergantung pada kepemimpinan di DPR untuk memutuskan," katanya.
Ketua fraksi Mayoritas di DPR Steny Hoyer mengatakan, "Kami belum membahas sepenuhnya bagaimana menolaknya. Saya tidak akan mengecilkan upayanya, dan Green harus melakukan apa yang menurutnya benar."
Mueller dijadwalkan untuk bersaksi di depan dua komite penyelidikan Kongres selama beberapa jam minggu depan mengenai hasil penyelidikannya selama 22 bulan.
Mueller menyimpulkan Trump dan kampanyenya tidak bersekongkol dengan Rusia, tetapi memaparkan beberapa contoh di mana Trump menghambat penegakan keadilan. Temuan ini merupakan alasan bagi sekitar 80 dari 235 anggota Partai Demokrat di Kongres, dan seorang anggota Partai Republik yang kini independen, untuk menyerukan pemakzulan Trump atau setidaknya memulai proses pemakzulan. Sekitar dua pertiga dari mayoritas anggota Partai Demokrat belum mempertimbangkan kemungkinan pemakzulan Trump atau menyampaikan dukungan untuk proses legislatif seperti itu.
Mueller tidak membuat kesimpulan apakah Trump harus didakwa karena menghambat penegakan keadilan, dan ini disebabkan ada kebijakan Departemen Kehakiman bahwa presiden petahana AS tidak bisa dituntut secara pidana. Jaksa Agung William Barr dan Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein memutuskan untuk tidak mengajukan tuntutan terhadap Trump. Presiden Trump sering mengklaim dirinya telah dibebaskan sepenuhnya dari tuduhan.
Green tidak menyinggung acuan tuduhan penghambatan penegakan hukum oleh Trump seperti yang terungkap dalam penyelidikan Mueller dalam resolusi pemakzulannya, tetapi mengutip komentar Trump yang menghasut minggu ini terhadap empat anggota Kongres yang progresif. Ke-empatnya adalah perempuan kulit berwarna, dan Trump menyuruh mereka "pulang" ke tempat asal mereka, dan juga komentar provokatif dan rasialis Trump lainnya. DPR telah mengecam ucapan Trump itu tentang ke empat anggota kongres perempuan itu.
Green mengatakan yakin jika Kongres tidak memakzulkan Trump, "hal itu akan meningkatkan perilakunya yang buruk. Menurut saya kita harus membawa pasal-pasal ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat sehingga kita tidak hanya sekedar mengecamnya, tetapi juga memakzulkannya sehingga ia faham bahwa ada rambu-rambu yang berlaku bagi seorang presiden. " (my/jm)