Kongres Amerika Serikat, Senin (21/12), meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang diharapkan akan meningkatkan dukungan Amerika pada Tibet di beberapa bidang penting, termasuk sanksi terhadap pejabat-pejabat China jika mereka berupaya menunjuk pengganti Dalai Lama.
DPR dan Senat AS meloloska The Tibetan Policy and Support Act (TPSA) atau RUU Kebijakan dan Dukungan Bagi Tibet itu sebagai amandemen atas RUU pengeluaran pemerintah yang senilai $1,4 triliun dan paket bantuan penanganan virus corona senilai $900 juta.
RUU itu akan membuka jalan bagi pemerintah Amerika untuk memberlakukan sanksi visa dan sanksi ekonomi terhadap pejabat China yang mencampuri suksesi Dalai Lama dan akan mengharuskan China untuk mengizinkan Amerika membentuk kantor konsulat di Lhasa, ibu kota Kawasan Otonomi Tibet, sebelum China dapat membuka lebih banyak kantor konsulat di Amerika.
RUU yang didukung oleh faksi Demokrat dan Republik itu diharapkan akan ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Donald Trump.
Puji Pengesahan TPSA
Presiden Central Tibetan Administration (CTA) Lobsang Sangay menyebut bahwa pengesahan RUU Itu sebagai “terobosan penting bagi rakyat Tibet.” Ditambahkannya, “campur tangan apapun oleh pejabat pemerintah China akan ditanggapi dengan sanksi serius dan dianggap tidak dapat terima di Amerika.”
“Lewat pengesahan TPSA itu, Kongres mengirim pesan yang jelas dan tegas bahwa Tibet masih menjadi prioritas bagi Amerika dan akan terus memberi dukungan kuat bagi Yang Mulia Dalai Lama dan CTA,” ujar Sangay yang telah memimpin CTA, pemerintah Tibet di pengasingan, selama dua kali secara berturut-turut.
Kelompok HAM International Campaign for Tibet ICT mengatakan pengesahan TPSA secara bipartisan akan menunjukkan era baru kebijakan Amerika tentang Tibet.
Hak Warga Tibet
Dibuat berdasarkan UU Kebijakan Tibet Tahun 2002, TPSA membahas hak asasi manusia warga Tibet, hak lingkungan, kebebasan beragama dan pemerintahan demokratis Tibet di pengasingan. RUU ini juga menyerukan kerangka kerja regional untuk masalah keamanan di kawasan perairan, menyusul kekhawatiran sejumlah negara tetangga dan para aktivis lingkungan selama bertahun-tahun akan proyek pembangkit listrik tenaga air China yang ambisius, yang akan mengalihkan air dan mengancam ekosistem kawasan itu.
Tibet, Taiwan, dan Hong Kong
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, Selasa (22/12), mengatakan China sangat menentang RUU itu. Dalam penjelasan hariannya, Wang mengklaim bahwa masalah yang melibatkan Tibet, Taiwan dan Hong Kong merupakan “kedaulatan dan integritas wilayah China” dan mendesak Amerika untuk “berhenti mencampuri urusan dalam negeri China.”
UU itu juga menyinggung isu kontroversial seputar suksesi Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet yang merupakan otoritas Budha dunia. Dalai Lama diperkirakan akan bereinkarnasi setelah meninggal, dan kini meluas keyakinan bahwa pemerintah China akan ikut campur tangan dalam proses itu dan menunjuk Dalai Lama mereka sendiri demi tujuan politik.
UU TPSA itu mengatakan pemilihan Dalai Lama mendatang harus diserahkan sepenuhnya pada komunitas Budha Tibet dan bahwa sikap resmi Amerika adalah China tidak dapat ikut campur dalam proses seleksi itu.
China menganggap Dalai Lama yang tinggal di pengasingan sebagai seorang separatis dan mengecam pejabat-pejabat asing yang bertemu dengannya. Dalai Lama kadang-kadang bicara tentang rencana reinkarnasinya. Pada 2011, ia mengatakan pada sekelompok orang bahwa ia memutuskan harus direinkarnasi ketika berusia sekitar 90 tahun. Saat ini ia berusia 85 tahun. [em/pp]