Jumlah korban tewas dari sebuah kelompok yang diduga sebagai kultus kelaparan di Kenya telah melonjak menjadi 90 jiwa pada Selasa (25/4), termasuk banyak anak, kata polisi yang menyatakan bahwa para penyelidik menghentikan sementara pencarian jasad karena penuhnya kamar mayat.
Penemuan kuburan massal di hutan Shakahola di dekat kota pesisir Malindi mengejutkan warga Kenya. Pemimpin kultus itu, Paul Mackenzie Nthenge, dituduh membimbing para pengikutnya ke kematian dengan berkhotbah bahwa kelaparan merupakan satu-satunya jalan menuju Tuhan.
Ada kekhawatiran bahwa masih akan ada lebih banyak jasad seiring penemuan 17 mayat hari Selasa, di mana para penyelidik mengatakan bahwa mayoritasnya adalah anak-anak. Penemuan itu kini disebut sebagai “Pembantaian Hutan Shakahola.”
Pemerintah Kenya telah berjanji akan menindak kelompok keagamaan pinggiran di negara mayoritas Kristen itu.
“Kami tidak tahu ada berapa banyak lagi kuburan, berapa banyak lagi mayat yang akan kami temukan,” kata Menteri Dalam Negeri Kenya Kithure Kindiki kepada wartawan. Ia menambahkan, tindak kejahatan Nthenge itu cukup serius untuk didakwa dengan pasal terorisme.
“Orang-orang yang mendorong orang lain untuk berpuasa dan mati itu makan dan minum, dan mereka mengaku mempersiapkan orang-orang itu untuk menemui sang pencipta.”
Sebagian besar korban tewas adalah anak-anak, menurut tiga sumber yang dekat dengan penyelidikan tersebut. Mereka menyoroti kengerian praktik kultus itu, yang termasuk mendorong para orang tua untuk membuat anak-anak mereka kelaparan.
“Sebagian besar mayat yang kami gali adalah anak-anak,” kata salah seorang penyelidik forensic kepada AFP secara anonim.
‘Kengerian itu membuat trauma’
Petugas dari Direktorat Penyelidikan Kejahatan (DCI) juga memastikan bahwa anak-anak berjumlah lebih dari separuh total korban, disusul perempuan dewasa.
Hussein Khalid, direktur eksekutif kelompok HAM Haki Africa yang membocorkan kepada polisi soal kegiatan Nthenge, mengatakan kepada AFP bahwa kultus itu tampaknya mensyaratkan agar anak-anak kelaparan lebih dulu, disusul perempuan dewasa, dan akhirnya laki-laki dewasa.
Ia mengatakan, 50 hingga 60 persen korban adalah anak-anak, yang jasadnya ditemukan terbungkus kain kafan.
“Kengerian yang kami saksikan selama empat hari terakhir sungguh membuat trauma. Tidak ada yang mengira akan menemukan kuburan massal yang dangkal berisi anak-anak,” ujarnya.
Para penyelidik memberitahu AFP bahwa mereka menemukan jasad-jasad itu dijejalkan ke dalam lubang yang dangkal – berisi hingga enam orang per kuburan – sementara jasad lainnya tergeletak begitu saja.
Seiring jumlah korban yang semakin banyak, petugas DCI mengatakan kepada AFP bahwa tim pencarian harus menghentikan sementara upaya tersebut hingga proses autopsi selesai dilakukan.
“Kami tidak akan menggali selama beberapa hari ke depan, agar kami punya waktu untuk melakukan autopsi mengingat kamar mayat yang penuh,” ujarnya secara anonim.
Kindiki mengatakan, 34 orang ditemukan masih hidup di hutan seluas 325 hektar itu.
Diyakini bahwa beberapa pengikut Good News International Church pimpinan Nthenge masih bersembunyi di semak-semak di sekitar hutan Shakahola dan berisiko mati jika tidak segera ditemukan. [rd/jm]
Forum