Korea Utara, pada Kamis (2/2), menolak gagasan untuk menggelar dialog dengan Amerika Serikat, karena menuduh Washington melakukan “serangan berskala penuh” yang membuat Semenanjung Korea menjadi “zona perang.”
Dalam pernyataan yang diposting ke media pemerintah, Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengeluhkan “manuver konfrontasi militer yang sembrono serta tindakan bermusuhan AS dan pasukan pengikutnya.”
“Semakin berbahaya ancaman AS terhadap DPRK, semakin kuat serangan balik yang akan dihadapi AS secara langsung,” isi pernyataan itu memperingatkan, dengan menyebut singkatan nama resmi Korea Utara.
Pernyataan itu disampaikan sehari setelah AS dan Korea Selatan menggelar latihan udara bersama yang melibatkan pesawat pembom strategis jarak jauh B-1B AS dan pesawat tempur siluman di Laut Kuning, di lepas pantai barat Korea.
Menteri Pertahanan Korea Selatan mengatakan bahwa latihan itu “menunjukkan keinginan dan kemampuan AS untuk memberikan pertahanan yang kuat dan kredibel terhadap ancaman nuklir dan rudal Korea Utara.”
Dalam kunjungannya ke Seoul awal minggu ini, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berjanji akan meningkatkan pengerahan “aset-aset strategis” AS, termasuk pesawat pengebom jarak jauh, pesawat berkemampuan nuklir dan kelompok-kelompok penyerang kapal induk.
Kedua sekutu itu juga akan segera menggelar latihan di atas meja, yang berarti mendiskusikan skenario penggunaan senjata nuklir oleh Korea Utara, seperti dikonfirmasi Austin.
AS dan Korea Selatan mengatakan, peningkatan kekuatan militer mereka adalah tanggapan terhadap provokasi Korea Utara, yang dalam banyak hal telah mencapai level baru.
Korea Utara meluncurkan sedikitnya 95 rudal tahun lalu, melampaui rekor sebelumnya. Beberapa rudal itu memicu alarm peringatan serangan udara dan peringatan untuk berlindung di Korea Selatan dan Jepang.
Dalam pidato akhir tahun, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berjanji akan meningkatkan dengan segera produksi hulu ledak nuklirnya.
Langkah itu telah mengguncang Korea Selatan, yang tidak memiliki senjata nuklir dan hanya bergantung pada payung nuklir AS. Akan tetapi, dalam upaya untuk meyakinkan Korea Selatan, AS justru memicu amarah Korea Utara.
Dalam pernyataan pada Kamis (2/2), Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengecam kunjungan Menhan AS ke Seoul, dengan menuduhnya “tanpa ragu berbicara tentang penggunaan senjata nuklir terhadap DPRK.”
“Ini merupakan pernyataan yang jelas dari skenario berbahaya AS yang akan mengubah Semenanjung Korea menjadi gudang perang yang besar dan zona perang yang lebih kritis,” bunyi pernyataan tersebut.
Korea Utara telah sejak lama menuduh AS menerapkan “kebijakan yang bermusuhan” dan telah berjanji bahwa langkah AS di masa depan akan mendorong tanggapan cepat.
Meskipun terus memperluas aktivitas militernya, AS tetap berulang kali menawarkan Korea Utara kesempatan untuk merundingkan upaya denuklirisasi. AS juga telah menawarkan bantuan kemanusiaan COVID-19 kepada Korut.
Di sisi lain, Korea Utara berulang kali menolak tawaran tersebut, dengan menyebutnya sebagai upaya “tidak tahu malu” untuk “mengulur waktu.”
“DPRK tidak tertarik pada kontak maupun dialog dengan AS selama negara itu menerapkan kebijakan yang bermusuhan dan garis konfrontatifnya,” kata Kemenlu Korut, yang menuduh Washington mencoba memaksa pelucutan senjata Korea Utara secara sepihak. [rd/rs]
Forum