Korea Utara meluncurkan apa yang tampaknya dua misil balistik, kata garda pantai Jepang pada Jumat (14/1). Ini merupakan peluncuran misil ketiga Pyongyang pada tahun ini.
Militer Korea Selatan juga mengukuhkan peluncuran tersebut, dengan hanya menyatakan bahwa misil Korea Utara itu diluncurkan ke arah timur. Tidak ada rincian lainnya tersedia.
Korea Utara telah melakukan tiga peluncuran tahun 2022, semuanya dalam periode 10 hari ini. Laju ini mengingatkan pada tahun 2017, sewaktu hubungan AS-Korea Utara berada pada titik rendah.
Dua uji coba sebelumnya melibatkan apa yang diklaim Korea Utara sebagai misil hipersonik. Meskipun para analis pertahanan menyatakan Korea Utara mungkin melebihi-lebihkan kemampuannya dalam bidang ini, senjata seperti itu kemungkinan besar lebih sulit dideteksi dan dicegat oleh sistem pertahanan misil AS.
AS pekan ini mengeluarkan kecaman yang lebih keras daripada biasanya mengenai uji coba Korea Utara itu. AS juga menerapkan sanksi sepihak terhadap lima orang Korea Utara yang dituduh membantu pengadaan pasokan untuk program senjata Pyongyang.
Dalam wawancara hari Kamis, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebut uji coba Korea Utara itu “sangat mengacaukan” dan dimaksudkan antara lain untuk “mendapatkan perhatian.”
“Korea Utara melakukannya pada masa lalu, mungkin akan terus melakukan itu. Tetapi kami sangat fokus bersama dengan para sekutu dan mitra dalam memastikan bahwa mereka dan kami memiliki pertahanan yang baik dan bahwa ada reaksi, konsekuensi terhadap aksi-aksi oleh Korea Utara ini,” kata Blinken kepada jaringan televisi berita AS MSNBC.
Jumat pagi, sebelum peluncuran terbarunya, Kementerian Luar Negeri Kora Utara mengecam Washington, menuduh AS “sengaja meruncingkan situasi” dengan menjatuhkan sanksi-sanksi sepihak.
“Jika AS mengambil sikap konfrontatif seperti itu, Korea Utara akan terpaksa menunjukkan reaksi yang lebih keras dan pasti terhadap itu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, yang dikutip media pemerintah.
Di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, AS telah berulang kali menawarkan perundingan nuklir dengan Korea Utara “di manapun, kapan pun.” Korea Utara telah mengabaikan atau menolak tawaran itu, dengan mengatakan Washington harus lebih dulu memberikan lebih banyak konsesi atau membatalkan apa yang disebutnya “kebijakan bermusuhan.”
Korea Utara meninggalkan pembicaraan dengan AS pada tahun 2019, setelah kedua pihak tidak dapat menyetujui kesepakatan untuk melonggarkan sanksi-sanksi AS sebagai imbalan atas langkah-langkah yang diambil Korea Utara untuk menghentikan program senjata nuklirnya. [uh/ab]