Komisioner KPAI Diyah Puspitarini mengatakan munculnya peristiwa anak mengakhiri hidup di sejumlah daerah harus menjadi peringatan bagi masyarakat dan pemerintah.
KPAI mencatat ada 11 peristiwa anak mengakhiri hidup, dengan 12 korban sepanjang 2023. Tujuh anak yang menjadi korban berada dalam rentang usia 15-17 tahun, dan salah satu peristiwa menelan dua korban.
"Jenis kelamin anak yang menjadi korban paling banyak perempuan, kemudian laki-laki sebanyak 25 persen. Dan 25 persen lainnya tidak disebutkan jenis kelaminnya," jelas Diyah di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Diyah menjelaskan terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab anak mengakhiri hidup, termasuk pelecehan fisik, kesehatan mental, perundungan, penelantaran, dan tekanan faktor ekonomi.
Diyah menyarankan perlunya masyarakat mengenali tanda-tanda yang bisa menjadi petunjuk bahwa seorang anak berniat mengakhiri hidupnya. "Anak yang akan mengakhiri hidup itu sudah bisa dilihat tanda-tandanya. Termasuk perubahan ekstrem, bisa jadi sudah membuat surat, dan menarik diri dari orang lain, serta perilaku merusak diri sendiri," tambahnya.
Lebih jauh Diyah mengatakan, pemerintah juga perlu memperkuat edukasi bagi keluarga,anak, dan para pemangku kepentingan lainnya, untuk mencegah kasus bunuh diri pada anak. Ia menegaskan kasus bunuh diri dapat diantusipasi dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat, seperti konseling dan pendampingan psikologis.
KPAI juga mendorong pemerintah dan DPR untuk bersinergi menjadikan perlindungan anak sebagai arus utama pembangunan dengan perbaikan regulasi, kelembagaan, program, dan pendanaan untuk peningkatan layanan dan kualitas anak Indonesia.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Vensya Sitohang mengatakan bahwa upaya pencegahan warga mengakhiri hidup telah diatur dalam Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Menurutnya, undang-undang tersebut ramah terhadap hak asasi manusia, dan juga mengedepankan peran keluarga serta masyarakat. Kemenkes juga memiliki program kerja yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dengan target pada 2030 mengurangi sepertiga angka kematian dini.
"PR besar negara kita, karena kita harus menjawab capaian penurunan kasus mengakhiri hidup pada SDGs tahun 2030, yakni sepertiga dari data baseline harus turun pada akhir 2030," kata Vensya.
Kemenkes mencatat terdapat 70 kasus orang mengakhiri hidup secara nasional hingga November 2023. Peristiwa terbanyak terjadi di Jawa Timur (delapan orang), disusul Sulawesi Selatan (tujuh orang), Jawa Tengah (enam orang), dan Jawa Barat (lima orang).
Vensya mengakui terdapat perbedaan jumlah kasus orang mengakhiri hidup antara Kemenkes dan kepolisian. Menurutnya, Kemenkes telah berupaya mengarahkan warga ke polisi terkait kasus ini dan nantinya akan divalidasi Puskesmas agar datanya menjadi sinkron.
"Ini adalah permasalahan yang cukup pelik sebetulnya. Kalau di kami data rutin sangat kecil, di kepolisian sangat besar," tambahnya.
Sebagai perbandingan, Pusat Informasi Kriminal Nasional Polri mencatat terdapat 971 kasus orang mengakhiri hidup di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka ini melampaui jumlah kasus sepanjang 2022, yakni 900.
Kemenkes juga telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah orang mengakhiri hidup mulai dari mempromosikan kesehatan jiwa, mencegah masalah kesehatan jiwa hingga meningkatkan kualitas tata kelola gangguan jiwa. [sm/ab]
Forum