Dalam acara Ijitima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia yang digelar beberapa waktu lalu diputuskan bahwa penggunaan kripto sebagai mata uang haram hukumnya.
Sekretaris BPH DSN-MUI sekaligus Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat Prof Jaih Mubarok mengatakan, keputusan itu diambil karena penggunaan mata uang kripto bertentangan perspektif syari’ah dan tidak sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Ia menegaskan alat pembayaran yang sah di Indonesia hanyalah mata uang rupiah.
Meski begitu, di Indonesia sendiri mata uang kripto (cryptocurrency ) tetap diakui sebagai aset digital melalui peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) nomor 5 tahun 2019.
“Dalam perspektif syari’ah penggunaan cryptocurrency memiliki unsur gharar (spekulasi), qimar (perjudian), dan dharar (berpotensi melahirkan kemudharatan bagi masyarakat pada umumnya),” ungkapnya lewat pesan singkat kepada VOA, di Jakarta, Kamis (2/12).
Lebih lanjut, kata Jaih, MUI juga menetapkan bahwa cryptocurrency tidak memenuhi kriteria barang dagangan (sil‘ah/‘urudh al-tijarah) karena cryptocurrency tidak dapat dimanfaatkan secara langsung (al-intifa‘ bi dzatihi).
“Maka sangat wajar jika pandangan MUI terkait uang (currency) terkait dengan madzhab legal sebagaimana digagas oleh Muhammad Rawas Qal‘ah Ji yang menyatakan bahwa uang harus memiliki dua kriteria yakni uang diterbitkan oleh pihak yang memiliki otoritas (dalam hal ini Bank Sentral, yakni Bank Indonesia); dan uang berfungsi sebagai standar harga (al-tsaman/al-nuqud) yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung,” tuturnya.
Tidak Berdampak Signifikan
Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudistira mengatakan fatwa haram dari MUI terkait mata uang kripto ini tidak akan berdampak signifikan terhadap investor muslim di Indonesia, khususnya investor yang sudah mendapat keuntungan dari berinvestasi di berbagai mata uang kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan Dogecoin.
“Apalagi melihat tren harga bitcoin beberapa kali mencetak rekor sehingga orientasinya akan lebih ke rasional. Mereka akan melihat bahwa kripto ini akan menjadi salah satu investasi yang menguntungkan,” ungkap Bhima kepada VOA.
Lanjutnya, pemerintah sendiri lewat Bappebti juga telah mewadahi investor dengan membuat bursa berjangka kripto. Ini menunjukkan bahwa tidak ada langkah dari pemerintah pasca keluarnya fatwa dari MUI tersebut yang menghambat inovasi dan investasi di sektor kripto. Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga diketahui telah bersiap untuk meluncurkan rupiah digital, atau mata uang yang berbasiskan kepada teknologi blockchain, yang mirip dengan cryptocurrency.
“Jadi ini satu hal yang cukup menarik, bahwa tidak hanya di Indonesia tetapi di negara-negara muslim lainnya banyak yang memfatwakan bahwa kripto itu haram ataupun dilarang, tapi pada praktiknya jumlah pemainnya terus mengalami kenaikan,” jelasnya
Apa yang Menarik dari Kripto?
Menilik dari data Kementerian Perdagangan RI, jumlah investor kripto di Indonesia terus meningkat. Hingga akhir Mei 2021 jumlahnya menjadi 6,5 juta orang, dari 4 juta investor pada tahun lalu.
Angka tersebut bahkan telah melampaui jumlah investor di pasar modal saat ini, yang menurut data Bank Indonesia mencapai 2,4 juta orang.
Apa yang sebetulnya menarik dari berinvestasi di mata uang kripto ini? Bhima menjelaskan, salah satunya adalah terkait dengan imbal hasil atau return yang cukup tinggi di saat banyak aset investasi lainnya sedang mengalami koreksi yang cukup dalam.
“Imbal hasilnya jauh lebih tinggi daripada saham, sekarang kalau kita cek saham, itu secara indeks saja dia hanya memberikan keuntungan yang relatif kecil. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam satu tahun hanya memberikan imbal hasil 21 persen sementara kripto bisa lebih dari 40 persen,” jelasnya.
Lebih jauh, Bhima menjelaskan imbal hasil yang tinggi tersebut dikarenakan supply dan demand yang semakin tinggi secara global. Sedangkan, jumlah daripada mata uang kripto cukup terbatas. Apalagi, katanya, investor kelas kakap dan perusahaan investasi yang kredibel juga mulai melakukan investasi besar-besaran di sektor mata uang kripto tersebut. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa sebuah investasi yang memberikan imbal hasil yang tinggi, juga memiliki risiko kerugian yang juga tinggi.
Semakin Booming?
Bhima memprediksi, tren untuk berinvestasi di cryptocurrency ini akan semakin tinggi di tanah air. Jika melihat ke belakang, awalnya banyak yang menganggap investasi di sektor saham penuh spekulasi. Namun akhirnya, banyak investor muslim di Indonesia terjun ke pasar modal, apalagi setelah didirikannya Jakarta Islamic Index yang menawarkan saham-saham yang sesuai dengan prinsip Islam.
“Jadi mungkin nanti bisa keluar cryoptocurrency yang sesuai dengan prinsip syariah, itu tidak menutup kemungkinan karena orang melihat bahwa teknologi blockchain itu memang dibutuhkan di berbagai alat transaksi,” tuturnya.
“Awalnya orang skeptis soal bitcoin, soal teknologi blockchain, dianggap tidak memiliki underlying asset. Tapi makin lama, orang melihat bahwa teknologinya make sense dan beberapa cryptocurrency yang ternyata penipuan sudah mulai hilang dari pasaran,” pungkasnya. [gi/ab]