Insiden kebakaran yang melanda Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten, pada Rabu (8/9) dini hari kembali mencuatkan isu jumlah narapidana yang sudah melampaui kapasitas lapas di Indonesia.
Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per Agustus 2021 menyebutkan jumlah penghuni Lapas di Indonesia mencapai 266.514 narapidana, sementara kapasitas total hanya mencapai 135.561 penghuni.
Banyaknya para pengguna narkoba yang dijebloskan ke dalam penjara menjadi salah satu penyebab membludaknya jumlah penghuni lapas di seantero negeri ini. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa separuh dari total 200 ribuan penghuni lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia merupakan narapidana kasus narkotika.
Melihat kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Institut for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyatakan bahwa pihaknya mendorong opsi hukuman lain terutama bagi para pengguna narkoba. Erasmus mengatakan terdapat pilihan hukuman lain, seperti pidana percobaan, sehingga tidak perlu dipenjara.
"Riset ICJR 2018, itu hanya tiga persen pidana percobaan (diberikan kepada para pengguna narkotika), (sedangkan) 97 persen lainnya itu pidana penjara. Jadi angka pemenjaraan tinggi karena penahanan mudah dilakukan," jelas Erasmus kepada VOA, Kamis, (9/9).
Oleh karena itu, Erasmus mendorong pemerintah memberikan amnesti atau grasi massal berbasis penilaian kesehatan bagi para pengguna narkotika.
Ia menambahkan pemberian amnesti juga sejalan dengan gagasan Menteri Hukum dan HAM pada November 2019 yang akan memberikan amnesti massal bagi pengguna narkotika.
ICJR sendiri memberikan catatan untuk menjamin langkah ini sejalan dengan pendekatan kesehatan yaitu dengan membentuk tim penilaian bagi para pengguna narkotika.
"Penahanan itu seperti gula. Penyakitnya dari situ, diabetes penahanan ini. Kalau polisi nahan, maka otomatis nahan. Kalau jaksa nahan, maka hakim akan merasa bijak jika menjatuhkan penjara," tambahnya.
Terkait opsi rehabilitasi, Erasmus berpandangan kebijakan tersebut diberikan khusus untuk narapidana yang memiliki ketergantungan terhadap narkotika. Sementara narapidana yang tidak memiliki ketergantungan bisa menggunakan opsi lain seperti wajib lapor.
Sementara itu, Mahfud Md mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menyeleksi narapidana narkotika untuk mengurangi kelebihan penghuni Lapas. Pengguna narkotika direncanakan akan direhabilitasi, sementara bandar narkotika tetap menjalani hukuman di Lapas.
"Sehingga saya berdiskusi dengan Menkumham. Yang bandar-bandar tetap dihukum sesuai vonis yang inkrah. Tapi yang pengguna dan korban ini kita pikirkan," jelas Mahfud Md melalui siaran akun Youtube Kemenko Polhukam RI, pada Kamis (9/9).
Mahfud menambahkan pemerintah juga berencana membangun lapas untuk mengatasi persoalan kelebihan penghuni untuk mencegah terjadinya insiden serupa yang terjadi Lapas I Tangerang.
Menurutnya, rencana pembangunan ini sudah dibahas sejak tahun 2000 namun terkendala anggaran. Mahfud menuturkan telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk rencana penggunaan lahan aset BLBI untuk pembangunan Lapas baru ini.
"Tanah-tanah yang dari BLBI yang sekarang pemerintah kuasai, kalau lapas perlu berapa ribu hektar di seluruh Indonesia. Daripada tidak dirampas dari obligor atau debitur yang melakukan pembangkangan atas hutangnya," imbuhnya.
Rencana ini disampaikan Mahfud menyusul terjadinya kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten, Rabu (8/9) dini hari. Peristiwa ini mengakibatkan 41 orang tewas dan 81 luka-luka. Di antara korban tewas terdapat dua warga negara asing, yang berasal dari Portugal dan Afrika Selatan. [sm/rs]