Tautan-tautan Akses

Lagi, Guru Besar dan Akademisi Serukan Pemerintah Tegakkan Konstitusi, Peradaban Bangsa


Demonstrasi menentang dugaan kecurangan dalam Pilpres 14 Februari di luar kantor Bawaslu di Jakarta, 19 Februari 2024 sebagai ilustrasi. Ratusan guru besar dan akademisi kembali menuntut pemerintah untuk menegakkan konstitusi. (Foto: AP)
Demonstrasi menentang dugaan kecurangan dalam Pilpres 14 Februari di luar kantor Bawaslu di Jakarta, 19 Februari 2024 sebagai ilustrasi. Ratusan guru besar dan akademisi kembali menuntut pemerintah untuk menegakkan konstitusi. (Foto: AP)

Ratusan guru besar dan akademisi kembali menuntut pemerintah untuk menegakkan konstitusi, serta memulihkan hak warga negara dan peradaban berbangsa.

Keprihatinan terhadap kondisi demokrasi dan hukum saat ini terus disuarakan kalangan civitas akademika. Sejumlah guru besar dari berbagai kampus yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, kembali menyerukan pemerintah untuk menegakkan konstitusi, serta memulihkan hak warga negara dan peradaban berbangsa. Pemerintah juga didesak untuk tidak mengabaikan kedaulatan rakyat dan mementingkan kelompok tertentu.

Seruan itu dibacakan dalam forum “Temu Ilmiah – Universitas Memanggil” di Gedung IMERI Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat. Akademisi dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun membacakan apa yang disebut sebagai “Seruan Salemba” itu pada Kamis (14/3).

“Mendesak penyelenggara negara untuk menyiapkan suksesi kekuasaan dengan cara bermartabat dan beretika demi kepentingan yang luas bangsa dan negara. Kedua, mendesak dilakukannya reformasi hukum khususnya atas produk perundang-undangan terkait politik dan pemilu dan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang berimplikasi pada hayat hidup orang banyak dengan proses transparan dan akuntabel serta tidak lagi merumuskan hukum yang substansinya mengabaikan kedaulatan rakyat. Apalagi hanya mementingkan kepentingan segelintir orang,” ujarnya.

Para pengunjuk rasa membawa poster saat unjuk rasa di luar gedung parlemen di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024. (Foto: AP)
Para pengunjuk rasa membawa poster saat unjuk rasa di luar gedung parlemen di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024. (Foto: AP)

Seruan Salemba juga mendorong DPR untuk segera menggunakan hak angket guna mengusut dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.

“Mendukung DPR untuk segera bekerja menjalankan fungsinya untuk menyuarakan rakyat,melakukan penyelidikan secara terbuka terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh eksekutif , presiden agar dapat dipertanggungjawabkan secara konstitusional.” lanjutnya.

UGM Sampaikan Seruan Serupa

Sehari sebelumnya puluhan guru besar dan akademisi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga menyampaikan seruan serupa. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menyoroti penegakan etika dan demokrasi; dan kesiapan kelompok masyarakat sipil untuk bersama-sama membenahi keadaan yang dinilai menjauh dari cita-cita reformasi 1998.

Lagi, Guru Besar dan Akademisi Serukan Pemerintah Tegakkan Konstitusi, Peradaban Bangsa
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:56 0:00

“Konspirasi, oligarki yang terus dilembagakan akan semakin permisif. Konstitusi begitu mudah diselewengkan, konstitusi mudah diakali, dan itu tidak akan mungkin bisa diselesaikan dalam waktu dan cara-cara yang formal,” ujarnya.

Suara Kampus dan Masyarakat Madani

Sejak awal Februari lalu sejumlah kampus terus menyampaikan seruan keprihatinan terhadap jalannya konstestasi Pemilu 2024, sikap Presiden Jokowi Widodo dan penyelenggara pemilu yang diduga meninggalkan jalan demokrasi dan masuk dalam konflik kepentingan.

Masyarakat Antropologi Indonesia, Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM, serta Universitas Trisakti adalah tiga entitas terbaru yang menyampaikan keprihatinan dengan carut marut kondisi demokrasi, khususnya pelaksanaan Pemilu 2024 itu.

Sebelumnya, sekelompok akademisi dari sejumlah universitas seperti alumni UGM dan civitas akademika Unversitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta serta dari Universitas Indonesia juga telah menyampaikan petisi berupa kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Mereka menyinggung soal etika hingga kenegarawanan dalam petisi itu.

Koodinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan dalam negara demokratis, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati. Menurutnya perbedaan pendapat, perspektif maupun pilihan politik adalah sesuatu yang sangat wajar dalam demokrasi. [fw/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG