Kepala Bidang Wilayah II Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Heru Sutmantoro menjelaskan harimau betina itu ditemukan dalam kondisi membusuk dengan leher terlilit sling (tali kawat baja). Berdasarkan pemeriksaan tim medis dari BBKSDA Riau, harimau itu diperkirakan telah mati sejak satu pekan lalu.
"BBKSDA Riau menerima laporan masyarakat di Kabupaten Siak, terkait penemuan harimau Sumatra yang sudah mati. Kami sudah menindaklanjuti dan menurunkan tim medis ke lapangan serta memeriksa bangkai harimau tersebut," kata Heru kepada VOA, Rabu (2/9).
Lanjut Heru, harimau Sumatra yang diperkirakan berusia 8-9 tahun itu ditemukan membusuk di hutan produksi tidak jauh dari kawasan PT Seraya Sumber Lestari.
"Lokasi itu kurang lebih 45 meter dari perusahaan PT Seraya Sumber Lestari. Jadi lokasinya memang di hutan produksi," ujarnya.
Kendati harimau Sumatra itu ditemukan mati dalam kondisi terjerat sling, BBKSDA Riau enggan langsung menyimpulkan bahwa hewan itu mati karena memang sengaja dibunuh. Meski demikian, BBKSDA Riau tak menampik kemungkinan bahwa tali kawat baja digunakan untuk menjerat binatang buas.
"Artinya perburuan itu ada. Ini kan (jerat) dari sling berarti memang ada kegiatan perburuan terhadap satwa liar dilindungi," tutur Heru.
Kematian harimau Sumatra dengan kondisi terjerat sling di Kabupaten Siak bukan yang pertama. Heru mengakui sebelumnya pada Mei 2020, seekor harimau Sumatra juga pernah ditemukan mati dengan kondisi terjerat. Lokasi kematian dua harimau Sumatra itu juga berdekatan atau berada dalam satu lanskap.
Penyelamatan dan pelestarian harimau Sumatra dan satwa langka lainnya merupakan tanggung jawab bersama semua pihak yang berkepentingan di kawasan setempat, termasuk pemilik hak konsesi hutan (perusahaan). Namun, BBKSDA Riau kadang menyayangkan minimnya kepedulian pemilik konsesi hutan yang di dalamnya terdapat satwa langka yang dilindungi.
"Kita harus lebih mengutamakan pencegahan dengan cara patroli rutin. Mereka (perusahaan) memiliki tim yang peduli terhadap satwa liar, itu harus bergerak untuk melihat daerah mana yang rawan dipasang jerat oleh pemburu," ucapnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Riko Kurniawan, mengatakan kinerja BBKSDA Riau harus dievaluasi mengingat kasus kematian satwa yang dilindungi karena jerat terjadi berulang kali.
"Karena kami lihat tidak ada upaya hukum dalam mencegah agar tindakan ini tidak terulang di masa depan," kata Riko kepada VOA.
WALHI Riau juga menilai bahwa para perusahaan pemilik konsesi hutan juga harus bertanggung jawab setiap ada kasus kematian satwa yang dilindungi di kawasannya.
"Kalau di konsesi mereka (perusahaan) wajib menjaga satwa ini. Jika terjadi di wilayah konsesi, izin itu bisa dievaluasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tapi ini harus dilaporkan oleh BBKSDA Riau. Kewajiban dan kepatuhan untuk melindungi satwa tidak pernah diawasi dengan baik oleh BBKSDA Riau," pungkasnya. [aa/ab]