Penduduk ibu kota regional Tibet, Lhasa, turun ke jalan untuk berunjuk rasa menentang pembatasan ketat terkait COVID-19 di wilayah tersebut. Unjuk rasa tersebut merupakan peristiwa yang langka terjadi di kota yang diatur secara ketat oleh pemerintahnya itu.
Rekaman video menunjukkan ratusan orang, baik penduduk asli Tibet maupun migran Tiongkok etnis Han, ikut serta dalam demonstrasi itu.
Video yang disebut direkam pada Rabu (26/10) itu dibagikan di platform media sosial Chia Douyin dan Weibo sebelum dihapus oleh pihak berwenang.
Tidak ada tanda-tanda kekerasan selama protes berlangsung. Unjuk rasa itu diyakini merupakan yang pertama kalinya terjadi di Lhasa sejak 2008, ketika warga Tibet turun ke jalan memprotes perlakuan pemerintahan Tiongkok terhadap komunitas mereka.
Pihak berwenang China menekan dengan keras demonstrasi pada 2008.
Unjuk rasa pekan ini tampaknya terjadi siang dan malam.
Lhasa sendiri tengah menjalani lockdown, alias karantina wilayah, selama lebih dari dua bulan akibat kebijakan “nol-COVID” yang diterapkan Beijing.
Kebijakan itu menimbulkan aturan-aturan ketat di seantero negeri setiap kali kasus COVID-19 meningkat, dari Shanghai di timur, hingga Tibet di barat China.
Unjuk rasa yang jarang terjadi juga berlangsung di kota-kota seperti Shanghai, di mana seluruh kota menjalani lockdown selama dua bulan pada musim panas lalu.
Pihak berwenang pada Jumat (28/10) memerintahkan tes massal COVID-19 kepada 1,3 juta penduduk distrik Yangpu di kota itu dan memerintahkan mereka untuk tetap tinggal di rumah hingga setidaknya hasil tes mereka diketahui. [rd/ft]
Beberapa informasi dalam laporan ini berasal dari The Associated Press dan Agence France-Presse.
Forum