Departemen Luar Negeri Amerika hari Rabu (24/6) mengeluarkan laporan tahunan tentang terorisme, menyoroti “ancaman teroris berbahaya” sepanjang tahun 2019, meskipun kelompok ISIS telah mengalami kekalahan besar di Iran dan Suriah. Laporan itu juga menyatakan Amerika telah memberlakukan sanksi-sanksi dan mengambil langkah-langkah lain yang diperlukan terhadap Iran dan sekutu-sekutunya di Timur Tengah.
Lebih jauh laporan itu mencatat peningkatan jumlah kelompok ekstremis yang berafiliasi dengan ISIS di Afrika dan Asia Tenggara; dan mengatakan Iran masih mendorong aksi teror. Ditambahkan, ada peningkatan serangan bermotif rasial yang diklaim oleh atau dilakukan oleh kelompok supremasi kulit putih, dan ancaman dari sisa jaringan Al Qaida pimpinan Osama bin Laden.
Meskipun kehilangan banyak wilayah dan pemimpinnya, ISIS “beradaptasi untuk melanjutkan serangan lewat afiliasi-afiliasinya di seluruh dunia dan dengan mengilhami para pengikutnya untuk melakukan serangan,” tulis laporan itu.
“Rezim Iran dan sekutu-sekutunya tetap merencanakan dan melakukan serangan teroris dalam skala global,” kata petikan laporan itu.
Laporan Departemen Luar Negeri Amerika itu mengatakan Iran, ISIS dan Al-Qaida mengalami kemunduran serius tahun lalu. Ini mencakup tewasnya sejumlah pemimpin tinggi dan pemberlakuan hukuman tegas terhadap Garda Revolusioner Iran, gerakan Hezbollah di Lebanon – para pendukung dan orang-orang yang mendanai kedua gerakan itu.
Terlepas dari kelompok-kelompok Islam ekstremis, laporan itu mengatakan serangan yang dilakukan oleh kelompok supremasi kulit putih juga menjadi keprihatinan khusus. “Ancaman yang ditimbulkan kelompok teroris bermotif etnis atau ras, khususnya kelompok teroris supremasi kulit putih, masih menjadi tantangan serius bagi komunitas global,” tulis laporan itu, merujuk pada sejumlah serangan kelompok ini pada tahun 2019 lalu, termasuk yang terjadi di Selandia Baru, Jerman dan Amerika.
Laporan Mencatat Upaya Berkesinambungan Indonesia untuk Melawan Terorisme
Secara khusus tentang Indonesia, laporan itu mencatat upaya berkesinambungan yang dilakukan Indonesia untuk mendeteksi, mencegah dan menekan operasi kelompok-kelompok teroris di dalam wilayahnya dan menolak menjadikan Indonesia sebagai tempat persembunyian kelompok teroris.
Laporan itu menyatakan kelompok Jamaah Ansharut Daulah JAD dan cabang-cabangnya – yang berafiliasi dengan ISIS – masih terus menarget polisi dan simbol-simbol negara sebagai sasaran serangan.
Meskipun Indonesia bukan anggota Koalisi Global Untuk Mengalahkan ISIS, pemerintah Indonesia dan para pemimpin masyarakat Muslim telah berulangkali mengecam ISIS dan mempromosikan secara aktif pentingnya upaya penegakan hukum. Indonesia adalah anggota aktif “Global Counter-Terrorism Forum” GCTF dan bersama Australia memimpin kelompok kerja “Countering Violent Extremism” CVE.
Laporan itu juga mencatat kerjasama militer Indonesia, Malaysia dan Filipina melanjutkan patroli bersama di Laut Sulu dan Laut Sulawesi untuk mencegah terjadinya penculikan dan sekaligus supaya zona ekonomi eksklusif ZEE ketiga negara tidak menjadi tempat transit teroris. [em/ii]