India, pengekspor beras terbesar di dunia, Juli lalu mengatakan akan melarang sebagian pengiriman beras, sehingga membuat harga beras secara global menjadi lebih tinggi. Langkah tersebut merupakan upaya negara dengan populasi terpadat di dunia ini untuk mengendalikan harga di dalam negeri menjelang tahun pemilihan umum yang penting.
Namun kebijakan itu menimbulkan kesenjangan sekitar 9,5 juta metrik ton atau 10,4 juta ton beras yang dibutuhkan masyarakat di seluruh dunia, kira-kira seperlima dari ekspor global.
Imbas Keputusan India, Penggilingan Padi di Nigeria Tutup
Beberapa negara yang selama ini mengimpor beras dari India juga ikut terkena dampaknya. Salah satu diantaranya adalah Nigeria.
Menurut Administrasi Perdagangan Internasional, Nigeria bergantung pada impor sekitar 1,7 juta metrik ton beras setengah jadi setiap tahunnya untuk memenuhi permintaan domestik.
Hasil penelitian Observatory of Economic Complexity pada tahun 2022, menunjukkan Nigeria mengimpor beras terutama dari India. Saat India menghentikan ekspor beras non-basmati, banyak penggilingan beras tutup, setidaknya untuk sementara waktu.
Muhammad Salisu Kura, seorang pemilik penggilingan padi mengatakan larangan ekspor beras India ke Nigeria berdampak pada mereka. “Larangan ekspor beras India ke Nigeria memengaruhi kami, ketiadaan beras India telah menyebabkan kekurangan beras yang ditanam secara lokal. Jumlah penggilingan padi tidak mencukupi, sehingga menyebabkan harga beras yang belum digiling melambung tinggi."
Posisi India Sebagai Eksportir Rentan Akibat Perubahan Kebijakan
Pakar di Dewan Penelitian India Untuk Hubungan Ekonomi Internasional Prof. Ashok Gulati mengatakan perubahan kebijakan India yang berulang-ulang ini menjadikan posisinya sebagai eksportir tidak dapat diandalkan.
"Kebijakan mengizinkan dan menghentikan ekspor beras ini membuat India menjadi eksportir yang tidak dapat diandalkan. Dan hal ini tidak baik untuk bisnis ekspor, karena dari sudut pandang eksportir, dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan pasar-pasar ini. Apalagi ketika ada larangan tiba-tiba di negara-negara pengimpor kecil, maka India akan menghadapi banyak masalah karena harga-harga melonjak."
Ketahanan pangan global sudah terancam sejak Rusia menghentikan kesepakatan yang mengizinkan Ukraina mengekspor gandum dan fenomena cuaca El Nino menghambat produksi beras.
Kini, harga beras melonjak. Harga ekspor beras Vietnam, misalnya, telah mencapai titik tertinggi dalam 15 tahun terakhir sehingga membuat orang-orang yang paling rentan di beberapa negara termiskin terancam.
Yang dapat memperburuk situasi ini adalah jika larangan India terhadap beras non-basmati menciptakan efek domino, yang akan diikuti oleh negara-negara lain. Uni Emirat Arab misalnya, kini juga telah menghentikan ekspor beras untuk menjaga stok domestiknya.
Perubahan Cuaca Jadi Ancaman Lain
Ancaman lainnya adalah jika cuaca ekstrem merusak tanaman padi di negara-negara lain. El Nino adalah pemanasan alami yang bersifat sementara dan sesekali terjadi di Samudra Pasifik, yang menggeser pola cuaca global. Perubahan iklim membuat fenomena ini semakin kuat.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa El Nino yang sedang terjadi saat ini akan meluas ke tingkat yang lebih tinggi. Sebelumnya El Nino telah mengakibatkan cuaca ekstrem mulai dari kekeringan hingga banjir.
Pakar kebijakan pangan Devinder Sharma menjelaskan hal ini. "Saat ini kami memiliki stok yang cukup untuk menjaga ketersediaan pangan. Tetapi kita tahu apa yang terjadi pada musim hujan seperti ini. Banyak banjir di satu bagian negara, dan kekurangan hujan di bagian lainnya. Dan saya pikir ini membuat kita sangat berhati-hati pada saat yang sama, ada laporan bahwa El Nino akan datang pada akhir bulan ini atau awal bulan depan. Dan jika itu juga terjadi, maka semua perhitungan kita bisa menjadi kacau. Dan saya pikir pemerintah telah mengambil langkah yang sangat tepat."
Negara-negara penghasil beras lainnya berharap dapat mengambil untung, tetapi para eksportir di Thailand tetap waspada. Pemerintah Thailand berharap dapat mengapalkan lebih banyak beras dibandingkan tahun lalu, dengan ekspornya dalam enam bulan pertama tahun ini 15% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2022.
Namun kurangnya kejelasan tentang apa yang akan dilakukan India selanjutnya dan kekhawatiran tentang El Nino membuat para eksportir Thailand enggan menerima pesanan, operator penggilingan tidak mau menjual, dan para petani menaikkan harga beras yang belum digiling, demikian menurut Asosiasi Eksportir Beras Thailand.
Dengan harga yang berfluktuasi, para eksportir tidak tahu berapa harga yang harus mereka tawarkan - karena harga bisa saja melonjak lagi keesokan harinya. [em/lt]
Forum