Salah seorang pesertanya adalah Alfatih Timur, pemuda berusia 23 tahun yang sekitar 1.5 tahun lalu turut mendirikan KitaBisa.com, situs crowdfunding atau patungan yang mempertemukan orang yang punya uang dengan yang membutuhkan untuk mewujudkan proyek tertentu.
Sistem patungan ini mirip dengan kickstarter.com atau gofundme.com yang sudah lazim di AS.
“Kita bisa.com sejauh ini fokus ke proyek sosial, kewirausahaan sosial, dan proyek amal. Ada juga beberapa industri kreatif. Mungkin bedanya dengan AS adalah cara donasinya. Kalau di Indonesia masih menggunakan transfer antar bank, di AS sudah bisa pakai paypal dan kartu kredit,” tutur Alfatih Timur atau Timmy.
Dalam lokakarya selama dua minggu tersebut, pemuda yang akrab disapa Timmy dan keempat peserta lainnya mempelajari trik-trik bisnis untuk mengembangkan usaha mereka.
Timmy mengatakan kepada VOA, mereka juga sempat mengunjungi perusahaan multinasional seperti Google dan Microsoft.
“Pelajaran yang paling signifikan adalah how to pitch. Di Seattle kami belajar cara mengkomunikasikan gagasan dan cara mempresentasikan perusahaan start up kita. Puncak acaranya adalah open pitch, jadi kita pitching di depan orang dan mereka bisa menilai bagus atau tidaknya," paparnya.
Timmy menambahkan, "Selain itu, kita juga dipasangkan dengan pengusaha AS. Mentor saya adalah direktur senior Microsoft. Dia termasuk yang peduli dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), karena kita juga peduli dengan masalah sosial. Banyak sekali masukan-masukan yang didapat dari mentor karena dia tahu apa yang kita kerjakan dan dia juga memberikan nasihat apa yang sebaiknya kita lakukan.”
Project Catalyst adalah lokakarya intensif selama dua minggu yang mengundang wirausahawan sosial dari negara-negara berkembang ke Seattle untuk belajar bisnis.
Penyelenggaranya, organisasi nirlaba Jolkona, mengatakan kepada VOA mereka sedang dalam proses untuk mengundang beberapa pemuda Indonesia terpilih lainnya untuk mengikuti lokakarya serupa pada tahun 2016.