Jumlah korban tewas dalam bencana longsor di lokasi penambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Burangan, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, bertambah menjadi enam orang.
“Meninggal dunia enam orang dan sudah berhasil dievakuasi di hari pertama tiga orang, di hari kedua tiga. Kemudian yang masih dalam pencarian satu orang,” papar Kapolres Parigi Moutong AKBP Andi Batara Purwacaraka, Kamis (25/2).
Dia mengatakan longsor terjadi pada Rabu (24/2), pukul 18.55 WITA. Saat kejadian, ada 23 penambang yang sedang mendulang emas. Dari jumlah itu sebagian besar berhasil menyelamatkan diri, tapi beberapa di antaranya tertimbun longsoran yang terjadi secara tiba-tiba.
Setelah proses pencarian korban selesai, kata Andi Batara, polisi akan menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penambangan ilegal di tempat itu.
“Kemudian kami akanlakukan rangkaian penyelidikannya ke depan dan kami proses sampai ke kejaksaan dan pengadilan,” ujarnya.
Dari pemantauan VOA pada Kamis (25/2) siang, empat ekskavator dikerahkan untuk mengeruk material pasir bercampur kerikil di sekitar lubang besar yang longsor sehari sebelumnya. Menurut informasi, longsoran berasal dari timbunan material abekas galian dari lubang yang diperkirakan memiliki kedalaman sekitar enam meter.
Tim penyelamat melanjutkan pencarian korban pada Jumat (26/2). Para petugas mengalami kesulitan mencari korban karena terhambat genangan air di dasar lubang dari rembesan air.
“Rembesan dari sungai yang ada dibelakang, ini merembes terus, sedangkan pompa yang berjalan itu baru satu,” kata Andi Sembiring, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah, kepada para wartawan.
Butuh Ketegasan Pemerintah
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, Aris Bira, mengatakan kepada VOA bahwa tanah longsor yang memakan korban jiwa di Buranga itu bisa dicegah, bila aparat pemerintah dan penegak hukum dengan tegas segera menutup kegiatan PETI.
WALHI menyebut kegiatan PETI di Desa Buranga itu sudah marak sejak tiga hingga empat bulan terakhir. Jadi, seharusnya cukup banyak waktu untuk mendeteksi aktivitas ilegal itu.
Kegiatan itu diduga kuat melibatkan pemodal yang mendatangkan alat-alat berat, seperti ekskavator, untuk melakukan penggalian lubang. Berdasarkan investigasi WALHI, para petugas penjaga palang memungut 10 rupiah per orang dari warga yang mendulang emas di lubang galian itu.
Bira menyesalkan pemberitaan media yang menyebut longsor itu disebabkan oleh hujan.
“Hujan sederas apapun kalau tidak ada lubang disitu tidak akan ada orang yang masuk di situ dan tidak akan ada yang meninggal di situ,” ujar Aris Bira.
Dia menegaskan peristiwa longsornya tambang emas di Buranga, Kabupaten Parigi Moutong menjadi pembelajaran pentingnya ketegasan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menutup kegiatan penambangan emas tidak berizin di Sulawesi Tengah. [yl/ft]