Sekelompok orang bersenjata membunuh mahasiswa Amerika Nohemi Gonzalez ketika ia sedang duduk bersama teman-temannya di bistro Paris tahun 2015, salah satu dari serangkaian serangan pada 13 November malam, di Ibu Kota Prancis yang menewaskan 130 orang.
Gugatan keluarga Gonzalez yang mengklaim rekomendasi YouTube membantu rekrutmen kelompok ISIS menjadi inti kasus di Mahkamah Agung yang diawasi ketat oleh banyak pihak, terutama soal seberapa luas undang-undang yang ditulis tahun 1996 dapat melindungi perusahaan teknologi dari tanggung jawab semacam itu. Undang-undang yang dikenal sebagai UU Kesopanan Komunikasi (Communications Decency Act), pasal 230, dinilai telah membantu menciptakan internet sekarang ini. Sidang dengar pendapat kasus ini akan dimulai pada Selasa (21/2).
Sementara dalam beberapa kasus terkait lainnya, yaitu kasus serangan teroris di sebuah klub malam di Istanbul, Turki, pada tahun 2017, yang menewaskan 39 orang, akan didengar pada Rabu (22/2). Kasus di Turki ini memicu gugatan terhadap Twitter, Facebook dan Google yang memiliki YouTube.
Industri teknologi menghadapi kritik tajam dari kelompok kiri karena dinilai tidak berbuat cukup banyak untuk menghapus konten berbahaya dari internet. Ada pula kecaman dari kelompok kanan yang mempersoalkan sensor pidato konservatif. Kini untuk pertama kalinya pengadilan tinggi Amerika siap meninjau perlindungan hukum di dunia maya.
Perusahaan Teknologi Raksasa Bela Diri
Google, Yelp, Reddit, Microsoft, Craigslist, Twitter, dan Facebook adalah sebagian perusahaan yang mengingatkan potensi malapetaka di dunia maya jika keluarga Gonzalez memenangkan gugatan tersebut. Perusahaan-perusahaan teknologi raksasa itu memperingatkan bahwa pencarian pekerjaan, restoran dan barang dagangan akan dibatasi jika platform media sosial itu senantiasa khawatir akan dituntut atas rekomendasi yang mereka berikan dan diinginkan penggunanya.
Wakil Presiden Senior dan Kepala YouTube Neil Mohan mengatakan “Pasal 230 mendasari banyak aspek internet terbuka.”
Kritikus: Perusahaan Teknologi Harus Dapat Dimintai Pertanggungjawaban
Keluarga Gonzalez, yang sebagian didukung pemerintahan Biden, menilai interpretasi hukum yang ramah industri di pengadilan-pengadilan yang lebih rendah telah mempersulit upaya meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan teknologi raksasa.
Para pengecam mengatakan jika dibebaskan dari kemungkinan dituntut di muka hukum, maka perusahaan-perusahaan itu tidak memiliki insentif untuk bertindak secara bertanggung jawab. Mereka mendesak pengadilan untuk memutuskan bahwa dalam beberapa kasus, perusahaan teknologi juga dapat dituntut.
Beatriz Gonzalez, ibunda Nohemi, mengatakan ia jarang menggunakan internet, tetapi berharap kasus ini akan membuat kelompok-kelompok ekstremis lebih sulit mengakses media sosial. “Saya tidak tahu banyak tentang media sosial atau organisasi ISIS. Saya tidak tahu apa-apa tentang politik. Yang saya tahu putri saya sedianya tidak tewas begitu saja,” ujar Gonzalez dalam wawancara dengan Associated Press dari rumahnya di Roswell, New Mexico.
Nohemi Gonzalez, usia 23 tahun, adalah senior di California State University, di Long Beach, California, yang menghabiskan satu semester di Paris untuk mempelajari disain industri. Komunikasi terakhirnya dengan sang ibu adalah pertukaran uang lewat Facebook. Hal ini terjadi dua hari sebelum serangan berdarah di Paris, ujar Gonzalez.
Argumen hukum ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi di Paris. Sebaliknya, gugatan hukum itu mengaktifkan kajian atas undang-undang yang diberlakukan “pada awal era dot-com,” sebagaimana yang ditulis Hakim Clarence Thomas pada tahun 2020, yang kerap mengkritisi kekebalan hukum yang luas.
Mantan ketua Komisi Komunikasi Federal FCC, Tom Wheeler, ketika undang-undang itu disahkan, baru lima juta orang yang menggunakan AOL. Kini, tambah pengajar di Harvard’s Kennedy School of Government itu, Facebook saja memiliki tiga miliar pengguna.
Undang-undang itu disusun sebagai tanggapan atas keputusan pengadilan negara bagian yang menyatakan perusahaan internet dapat bertanggung jawab atas postingan yang dilakukan oleh salah seorang pengguna di forum online. Tujuan dasar undang-undang itu adalah “untuk melindungi kemampuan platform internet menerbitkan dan menyajikan konten buatan pengguna secara real time, dan untuk mendorong mereka menyaring dan menghapus konten ilegal atau menyinggung sesuatu,” ujarnya. Penulis undang-undang tersebut adalah Senator Ron Wyden dari negara bagian Oregon, dan mantan anggota DPR dari faksi Republik di negara bagian California, Christopher Cox, menulis hal itu dalam pengajuan ke Mahkamah Agung. [em/jm]
Forum