Mahkamah Agung menolak gugatan Peninjauan Kembali (PK) yang dajukan oleh Baiq Nuril Maknun, mantan guru honorer yang menjadi korban pelecehan seksual dan divonis bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kantor berita AFP melaporkan, Jumat (5/7).
Dalam putusannya, MA menyatakan Baiq tidak bisa mengajukan bukti-bukti baru.
Dengan keputusan tersebut, Baiq harus tetap menjalankan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
“Peninjauan Kembalinya ditolak karena kejahatannya terbukti secara hukum dan meyakinkan,” kata juru bicara MA, Abdullah.
Kasus Baiq -- mantan guru honorer sekolah menengah atas di Mataram, Nusa Tenggara Barat – bermula pada 2012 ketika dia merekam kepala sekolah tempat dia bekerja menceritakan hubungan seksualnya dengan rekan sekerja lainnya.
Rekan-rekan Baiq kemudian meyakinkannya agar membuka percakapan mesum kepala sekolah untuk mengungkap perilaku tidak senonoh itu.
Awalnya, Baiq diputus tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Mataram. Namun, MA kemudian membalikkan putusan itu dan menyatakan Baiq bersalah melanggar UU ITE.
Kuasa hukum Baiq, Joko Jumadi, mengatakan kliennya kecewa dengan putusan itu, yang merupakan upaya banding terakhir.
“Dia menolak untuk berhenti berjuang karena jika dia berhenti, dia takut korban-korban pelecehan lainnya akan takut berbicara,” kata Joko kepada AFP.
“Kami sudah menempuh semua upaya hukum dan sekarang kami berharap Presiden Joko Widodo akan melakukan sesuatu,” ujar Joko.
November tahun lalu, Jokowi mengungkapkan keprihatinannya atas kasus Baiq dan mengatakan bila MA menolak PKnya, Baiq bisa meminta pengampunan. [ft/dw]