Presiden Prancis Emmanuel Macron dan saingannya, Marine Le Pen, menggelar kampanye hari terakhir mereka, Jumat (22/4). Mereka berharap dapat memobilisasi jutaan pemilih yang masih ragu-ragu menjelang pemungutan suara hari Minggu mendatang.
Kedua kandidat saling menyerang dalam wawancara media sebelum jadwal kampanye keliling mereka yang padat. Le Pen bersikeras menyatakan bahwa jajak-jajak pendapat yang menunjukkan saingannya unggul akan terbukti keliru.
“Emmanuel Macron menyebut jutaan pemilih Prancis sebagai orang-orang ekstrem kanan. Ini penghinaan," kata Le Pen kepada televisi CNews. "Belum pernah sedikit pun saya mengungkapkan permusuhan terhadap para pendukung Macron.”
Le Pen menuduh presiden petahana itu "tidak menyukai Prancis" dan gagal menghargai perlunya tindakan lebih keras untuk melindungi keluarga-keluarga berpenghasilan rendah dari kenaikan harga.
Macron pada bagiannya mengatakan Le Pen berusaha menutupi platform ekstrem kanannya yang menstigmatisasi Muslim dengan rencana untuk melarang jilbab di depan umum dan mengabaikan aturan hukum Eropa yang melindungi individu, HAM, dan kebebasan.
"Jutaan orang beralih ke partainya karena ia menciptakan kesan bahwa memiliki jawaban untuk masalah daya beli. Tapi jawabannya itu tidak mungkin diwujudkan," katanya kepada radio France Inter.
Le Pen kemudian berswafoto di sebuah pasar di kota Etaples di Channel di utara, sementara Macron menuju Figeac di Prancis Selatan untuk membahas masalah pedesaan dan lepas pantai.
Mulai tengah malam Jumat (22/4), tidak ada kandidat yang diizinkan untuk memberikan wawancara, membagikan selebaran, atau mengadakan acara kampanye hingga pukul 8 malam hari Minggu, ketika perkiraan awal hasil pemilihan mulai masuk. [ab/uh]