Mahasiswa Amerika dihadapkan pada ide- ide baru yang bisa mempertanyakan keyakinan mereka, tetapi para pemuka agama di kampus-kampus mengatakan, meskipun begitu banyak yang tetap menjalankan keyakinan mereka.
Mahasiswa asal India berbagi informasi tentang agama dan budaya mereka dengan mahasiswa lain lewat perayaan keagamaan. Banyak yang melakukan hal seperti itu sekarang ini, kata Chandni Raja dari Organisasi Kemahasiswaan Hindu pada Universitas Southern California.
“Bertemu kelompok-kelompok lain di kampus dan mencoba berdialog, sambil menjaga keutuhan komunitas kami, dimana orang bisa berkumpul bersama,” ujarnya.
Dekan urusan agama di Universitas Southern California, Varun Soni, mengatakan banyak mahasiswa menjalankan agama dengan pemahaman mereka sendiri.
Di Universitas Stanford, Scotty McLenna, dekan urusan agama kampus tersebut juga menyaksikan iklim yang mulai terbuka.
Ia mengatakan, “Yang paling menggembirakan adalah para mahasiswa mulai saling mendengarkan tradisi mereka , dan mereka sangat tertarik untuk mendengarkan dengan empati, saling mendukung satu sama lainnya dan saling mendengarkan cerita satu sama lainnya.”
Beberapa mahasiswa tetap memeluk keyakinan mereka sementara yang lainnya mulai meninggalkannya, dan banyak yang ingin berbagi keyakinan dan budaya tradisional mereka dengan mahasiswa lain.
Diskusi kritis di kelas tentang masalah keyakinan dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang bisa mempengaruhi keimanan mahasiswa, kata Rabbi Patricia Karlin-Neumann, dekan senior urusan agama Universitas Stanford.
“Pertanyaannya adalah apakah diskusi keagamaan itu membuat mereka meninggalkan keyakinannya atau malah menambah keimanan mereka. Berdasarkan pengalaman saya, orang-orang yang menjalankan agamanya setelah menjalani proses diskusi dengan orang-orang lain, cenderung lebih menghargai apa yang mereka yakini,” paparnya.
Para pemuka agama di kampus-kampus itu mengatakan keimanan mahasiswa semakin matang setelah dihadapkan dan mempelajari agama-agama lainnya.