Tautan-tautan Akses

Mahasiswa Asing di AS Cemaskan Status Keimigrasian


Seorang mahasiswa Universitas Connecticut menunggu lampu lalu lintas berubah di luar gedung asrama di kampus di Storrs, Conn., 18 September 2015. (Foto: AP)
Seorang mahasiswa Universitas Connecticut menunggu lampu lalu lintas berubah di luar gedung asrama di kampus di Storrs, Conn., 18 September 2015. (Foto: AP)

Mahasiswa-mahasiswa internasional di Amerika mencemaskan status keimigrasian mereka akibat keterlambatan pengurusan di fasilitas yang dikelola Dinas Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS atau USCIS.

Emma adalah mahasiswi dari China. Ia tinggal di New York. Emmanuel dari Maroko tinggal di Virginia. Peter, juga dari China, tinggal di Texas. Ketiganya tidak saling kenal, tetapi menghadapi persoalan yang sama: status imigrasi mereka sebagai mahasiswa internasional tidak menentu akibat keterlambatan pengurusan di fasilitas yang dikelola Dinas Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS atau USCIS.

Keterlambatan ini berpengaruh pada kemampuan mereka untuk menerima tawaran pekerjaan karena perusahaan selalu hendak memastikan mereka punya izin kerja, disebut Optional Practical Training atau OPT. Surat izin itu memungkinkan mereka bekerja di Amerika sampai satu tahun dalam bidang yang mereka pelajari di universitas.

Izin itu biasanya dikirim seminggu setelah permohonan diajukan kepada USCIS.

Mahasiswa sarjana Moe Lewis, kiri, menunjukkan lukisan cat air daun peony di kelas melukis tradisional China di Institut Konfusius di Universitas George Mason di Fairfax, 2 Mei 2018. (Foto: AP)
Mahasiswa sarjana Moe Lewis, kiri, menunjukkan lukisan cat air daun peony di kelas melukis tradisional China di Institut Konfusius di Universitas George Mason di Fairfax, 2 Mei 2018. (Foto: AP)

Kepada VOA, Emma mengungkapkan, “Saya benar-benar stress.” Lulus pada 2020, Emma mengantongi gelar Master of Science dalam bidang teknik dari New York University. Dia telah menyerahkan permohonan OPT-nya pada Oktober.

Mahasiswa asing di Amerika, yang memegang visa F-1, bisa memohon izin OPT 90 hari sebelum lulus.

“Saya merasa lega ketika ditawari pekerjaan, tetapi karena saya tidak memiliki izin OPT dan perusahaan tempat saya akan bekerja tidak tahu apa yang terjadi, saya tidak tahu sampai kapan tawaran itu akan berlaku,” katanya.

VOA telah mewawancarai lebih dari 10 mahasiswa yang menghadapi dilema yang sama, dan karena kasus mereka masih belum diputuskan oleh USCIS, para mahasiswa ini minta agar nama lengkap mereka jangan dibeberkan.

Peter adalah mahasiswa pasca doktoral di Texas A&M University. Ia mengatakan, permohonan sudah diserahkan kepada USCIS pada 28 Oktober. Dia tidak pernah menerima pemberitahuan bahwa dokumennya sudah diterima.

“Saya baru menyelesaikan PhD saya beberapa minggu yang lalu. Saya bekerja dalam bidang energi terbarukan dan ditawari pekerjaan di Houston. Perusahaan yang menawari saya pekerjaan mengetahui semua itu, dan saya menjelaskan hal itu kepada mereka,” katanya.

Behm mengatakan, salah satu saran untuk para mahasiswa adalah menggunakan pos tercatat supaya mereka mempunyai resi bahwa permohonan mereka sudah diserahkan secara tepat waktu.

Dalam email kepada VOA, seorang jurubicara USCIS mengatakan, keterlambatan dalan menanggapi ini adalah akibat pandemi virus corona dan lonjakan permohonan kepada pihak imigrasi.

Pada 8 Januari, USCIS mengumumkan bahwa pegawainya bekerja lembur dan bahwa dinas itu sedang mendistribusikan beban kerja untuk meminimalkan keterlambatan.

Dinas imigrasi itu menganjurkan agar pemohon mengajukan formulir mereka secara online dan membuat akun online agar bisa memeriksa status permohonan mereka.

Untuk Peter, seorang Muslim dan gay, pulang ke China berarti dia harus menyembunyikan agamanya dan orientasi seksualnya.

Emanuel yang belajar manajemen di Northern Virginia Community College, situasi yang dihadapinya membuatnya stress dan dibayang-bayangi kecemasan. Namun, dia bertekad meninggalkan AS setelah menimba pengalaman kerja. [jm/ka]

XS
SM
MD
LG