Lebih dari 20 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka ketika demonstran mahasiswa bentrok dengan polisi dan aktivis partai yang berkuasa di Bangladesh pada Minggu (4/8). Para pejabat dan laporan-laporan media mengatakan ini merupakan babak baru kekerasan di negara itu.
Para demonstran menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina. Sebelumnya lebih dari 200 orang tewas dalam aksi kekerasan yang bergulir menjadi aksi kekerasan pada bulan Juli lalu, ketika mahasiswa menyerukan diakhirinya sistem kuota untuk pekerjaan-pekerjaan di pemerintahan.
Menanggapi meluasya demonstrasi dan aksi kekerasan tersebut, pihak berwenang menutup sekolah-sekolah dan universitas-universitas di seluruh Bangladesh, memblokir akses internet dan memberlakukan jam malam.
Sedikitnya 11.000 orang telah ditangkap dalam beberapa minggu terakhir.
Para pengunjuk rasa menyerukan "untuk tidak bekerja sama," mendesak orang-orang untuk tidak membayar pajak dan tagihan listrik, serta tidak masuk kerja pada hari Minggu, yang merupakan hari kerja di Bangladesh. Kantor-kantor, bank-bank dan pabrik-pabrik tetap buka, tetapi para komuter (warga yang melakukan perjalanan ke tempat kerja dengan transportasi publik) di Dhaka dan kota-kota lain menghadapi tantangan untuk pergi bekerja.
Para pengunjuk rasa menyerang Bangabandhu Sheikh Mujib Medical University, sebuah rumah sakit umum utama di daerah Shahbagh, Dhaka, dan membakar beberapa kendaraan.
Di kawasan Uttara, Dhaka, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan ratusan orang yang memblokir jalan raya utama. Para pengunjuk rasa juga menyerang rumah-rumah dan merusak kantor kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut, di mana ratusan aktivis partai yang berkuasa menjabat. Saksi-saksi mata mengatakan sejumlah bom rakitan diledakkan dan terdengar suara tembakan.
Abu Hena, seorang petugas rumah sakit di Distrik Munshiganj, dekat Dhaka, mengatakan dua orang yang dilarikan ke rumah sakit karena luka-lukanya telah dinyatakan meninggal.
Stasiun televisi Jamuna melaporkan 21 orang lainnya tewas di 11 distrik, termasuk di Bogura, Magura, Rangpur dan Sirajganj di mana demonstran yang didukung Partai Nasionalis, yang merupakan kelompok oposisi utama Bangladesh, bentrok dengan polisi dan aktivis Partai Liga Awami yang berkuasa dan kelompok-kelompok yang bersekutu dengan mereka.
Protes dimulai pada bulan lalu ketika para mahasiswa menuntut diakhirinya sistem kuota yang mencadangkan 30% pekerjaan di sektor pemerintah untuk keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh melawan Pakistan pada 1971. Ketika kekerasan memuncak, Mahkamah Agung negara itu mengurangi sistem kuota menjadi 5%, di mana 3% di antaranya untuk keluarga veteran. Tetapi protes terus berlanjut menuntut pertanggungjawaban atas kekerasan yang dinilai karena penggunaan kekuatan berlebihan oleh pemerintah.
Sistem kuota ini juga mencakup kuota untuk anggota etnis minoritas, serta penyandang disabilitas dan transgender, yang dipotong dari 26% menjadi 2% dalam keputusan tersebut.
Pemerintahan Hasina menyalahkan oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh dan partai sayap kanan Jamaat-e-Islami yang kini dilarang, serta sayap mahasiswa mereka yang menyulut kekerasan, di mana beberapa perusahaan milik negara juga dibakar atau dirusak. [em/ab]
Forum