Dua orang mahasiswa Selandia Baru mengembangkan bahan ramah lingkungan yang terbuat dari daun kubis dan biji rami (flax) yang dalam waktu dekat bisa digunakan untuk pembuatan papan ski, kayak dan skateboard (papan luncur) berkualitas tinggi. Mereka berencana menggunakannya untuk mengganti material fiberglass tradisional dan serat karbon.
Papan skateboard harus tahan banting. Dua mahasiswa di University of Canterbury, Selandia Baru, Ben Scales dan William Murrell, yakin mereka bisa membuat papan yang lebih tahan lama dengan serat tanaman. Setelah bereksperimen di bengkel garasi mereka, keduanya menciptakan bahan komposit alami baru.
Scales, mahasiswa desain produk berusia 21 tahun, mengatakan bahwa versi pertama material ciptaan mereka berkualitas cukup baik.
“Prototipenya adalah papan skateboard bio-komposit harakeke. Jadi, 25 persen serat harakeke dan 75 persen asam polilaktat daur ulang, yang merupakan plastik yang berasal dari pati jagung. Biasanya digunakan dalam teknik cetak 3D, dan kami menemukan bahwa bahan itu cocok untuk papan skateboard karena menyerap benturan dan guncangan jauh lebih banyak ketimbang, katakanlah, skateboard dari serat karbon atau skateboard kayu konvensional,” jelasnya.
Serat itu diekstraksi dari tanaman Harakeke, biji rami asli Selandia Baru, dan campuran berbagai resin. Daun kubis, yang mirip dengan daun pohon palem, juga menjadi bahan utama.
Mereka berencana menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan itu untuk membuat papan ski, snowboard dan kayak, yang saat ini dibuat dari fiberglass dan serat karbon.
Keduanya menarik minat calon mitra bisnis di luar negeri. Scales mengatakan, “Mereka terdiri dari perusahaan Eropa produsen kapal hingga papan ski, dan beberapa perusahaan startup luar negeri yang mencoba untuk membangun industri transportasi pribadi dengan produk sepeda elektrik dan semacamnya, dan mereka mencari bahan ramah lingkungan yang tidak tersedia dalam industri seperti itu. Jadi, mereka ingin menggunakan material kami begitu kami selesai mempersiapkannya, yang semoga saja siap dalam waktu dekat.”
Jika mereka berhasil, kedua mahasiswa itu dapat menghidupkan kembali industri serat rami Selandia Baru, dan mengembalikan tradisi suku asli Māori sebelum penjajahan Eropa. [rd/uh]