Dua hari terakhir sejumlah media di Jakarta dan San Fransisco serta Ohio ramai memberitakan tentang nasib ke-49 anggota paduan suara Universitas Cendrawasih Papua, yang dikabarkan terlantar karena terlambat tiba untuk mengikuti kejuaraan paduan suara dunia 'World Choir Games' di Cincinnati, Ohio, Amerika dan kehabisan dana.
Media online Detik.com menulis “kelompok mahasiswa ini mengalami kesialan beberapa kali karena selain gagal mengikuti kejuaraan paduan suara dunia, mereka pun kehabisan uang untuk membeli tiket perjalanan dari Cincinnati ke San Fransisco”.
Sebelumnya ke-49 mahasiswa ini memang telah memiliki tiket pesawat Jakarta – San Fransisco pulang pergi, serta tiket bis San Fransisco ke Cincinnati. Tapi tidak memiliki cukup uang untuk tinggal di Cincinnati dan juga tiket dari Cincinnati ke San Fransisco.
Namun Ralph Rerpasi – ketua rombongan paduan suara mahasiswa Universitas Cendrawasih Papua yang diwawancarai VOA melalui telepon sesaat sebelum naik bis menuju San Fransisco hari Selasa, menyatakan tidak semua berita yang disampaikan media massa itu benar.
Rerpasi menjelaskan, “Kita sebenarnya sudah lakukan persiapan yang matang, tapi waktu mau berangkat ke San Fransisco, itu pas peak-season. Kami sulit berkomunikasi dengan pihak kampus, juga pihak kedutaan. Tapi puji Tuhan masalah sudah teratasi dan hari ini kami sudah bisa kembali ke San Fransisco. ………. persoalan yang kami hadapi tidak sebesar yang diberitakan media-media di Indonesia. Saya pikir media disini malah lebih banyak menulis tentang budaya yang kami tampilkan."
Saat ditanya, apakah mereka bisa konser paduan suara di beberapa tempat lain (selain di kejuaran 'World Choir Games') dan apakah sukses?, Ralph menambahkan, "Iya! Dari sisa waktu kami di Cincinnati selama dua hari terakhir ini kami konser dari pagi sampai malam. Cukup mengobati kekecewaan karena tidak bisa ikut kejuaraan paduan suara tingkat dunia sebelumnya.”
Menurut Mandala Sukartopurba, konsul konsuler KJRI Chicago, segera begitu kabar soal keterlambatan tim paduan suara mahasiswa Universitas Cendrawasih Papua tersiar, pihak penyelenggara kejuaraan mengatur beberapa acara untuk mereka. Warga Cincinnati – khususnya warga Indonesia – juga membuka diri untuk membantu mereka.
“Mereka tiba di Cincinnati tanggal 14 Juli pas penutupan acara. Meskipun demikian penyelenggara masih memberi mereka kesempatan untuk tampil tapi bukan di panggung kompetisi. Mereka terlambat karena mungkin kedatangan 49 orang dari berbagai tempat di Papua, untuk sampai ke Jakarta, wawancara visa dan berangkat kemari," kata Mandala Sukartopurba.
Saat VOA bertanya apakah para mahasiswa itu benar terlantar, Mandala menjawab, "Tidak!. Mereka menginap di Hotel Ramada – hotel bintang dua di sini, dan kami dari KJRI berkoordinasi baik sekali dengan para mahasiswa dan penyelenggara kejuaraan di sini. Sampai saat ini kami sedang membantu mereka untuk pulang ke San Fransisco. Masyarakat lokal di Cincinnati juga terus menerus membantu mahasiswa. Jadi tidak benar kalau mereka terlantar,” kata Mandala Sukartopurba.
Julie Calvert – juru bicara World Choir Games – sebagaimana dikutip suratkabar lokal “The Cincinnati Enquirer” menyatakan para mahasiswa itu kini berangkat dengan bis menuju San Fransisco, untuk kemudian terbang kembali ke Jakarta pada hari Jumat 20 Juli.
Sesaat sebelum bis ke San Fransisco berangkat, Ralph Rerpasi – ketua rombongan paduan suara mahasiswa Universitas Cendrawasih Papua – menyampaikan rasa terima kasihnya kepada warga Cincinnati, masyarakat Indonesia dan pihak KJRI yang telah membantu kepulangan mereka.
“Saya atas nama kelompok ini menyampaikan terima kasih dan rasa bangga kepada warga Cincinnati yang sudah menerima kami, bisa makan dimana pun kami masuk ke restoran dan diterima baik oleh warga. Juga untuk masyarakat Indonesia disini, kedutaan dsbnya. Sekali lagi persoalan yang kami hadapi tidak sebesar yang diberitakan media-media di Indonesia,” kata Ralph Rerpasi.
Dua puluh satu paduan suara dari berbagai kampus di Indonesia ikut serta dalam kejuaraan paduan suara mahasiswa sedunia di Cincinnati – Ohio – Amerika. Tim paduan suara Kanada memenangkan kejuaraan itu. Namun tim juri kejuaraan yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali itu, juga memberi penghargaan khusus untuk paduan suara dari Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Latvia karena memberikan penampilan yang berbeda dari paduan suara kebanyakan.
Media online Detik.com menulis “kelompok mahasiswa ini mengalami kesialan beberapa kali karena selain gagal mengikuti kejuaraan paduan suara dunia, mereka pun kehabisan uang untuk membeli tiket perjalanan dari Cincinnati ke San Fransisco”.
Sebelumnya ke-49 mahasiswa ini memang telah memiliki tiket pesawat Jakarta – San Fransisco pulang pergi, serta tiket bis San Fransisco ke Cincinnati. Tapi tidak memiliki cukup uang untuk tinggal di Cincinnati dan juga tiket dari Cincinnati ke San Fransisco.
Namun Ralph Rerpasi – ketua rombongan paduan suara mahasiswa Universitas Cendrawasih Papua yang diwawancarai VOA melalui telepon sesaat sebelum naik bis menuju San Fransisco hari Selasa, menyatakan tidak semua berita yang disampaikan media massa itu benar.
Rerpasi menjelaskan, “Kita sebenarnya sudah lakukan persiapan yang matang, tapi waktu mau berangkat ke San Fransisco, itu pas peak-season. Kami sulit berkomunikasi dengan pihak kampus, juga pihak kedutaan. Tapi puji Tuhan masalah sudah teratasi dan hari ini kami sudah bisa kembali ke San Fransisco. ………. persoalan yang kami hadapi tidak sebesar yang diberitakan media-media di Indonesia. Saya pikir media disini malah lebih banyak menulis tentang budaya yang kami tampilkan."
Saat ditanya, apakah mereka bisa konser paduan suara di beberapa tempat lain (selain di kejuaran 'World Choir Games') dan apakah sukses?, Ralph menambahkan, "Iya! Dari sisa waktu kami di Cincinnati selama dua hari terakhir ini kami konser dari pagi sampai malam. Cukup mengobati kekecewaan karena tidak bisa ikut kejuaraan paduan suara tingkat dunia sebelumnya.”
Menurut Mandala Sukartopurba, konsul konsuler KJRI Chicago, segera begitu kabar soal keterlambatan tim paduan suara mahasiswa Universitas Cendrawasih Papua tersiar, pihak penyelenggara kejuaraan mengatur beberapa acara untuk mereka. Warga Cincinnati – khususnya warga Indonesia – juga membuka diri untuk membantu mereka.
“Mereka tiba di Cincinnati tanggal 14 Juli pas penutupan acara. Meskipun demikian penyelenggara masih memberi mereka kesempatan untuk tampil tapi bukan di panggung kompetisi. Mereka terlambat karena mungkin kedatangan 49 orang dari berbagai tempat di Papua, untuk sampai ke Jakarta, wawancara visa dan berangkat kemari," kata Mandala Sukartopurba.
Saat VOA bertanya apakah para mahasiswa itu benar terlantar, Mandala menjawab, "Tidak!. Mereka menginap di Hotel Ramada – hotel bintang dua di sini, dan kami dari KJRI berkoordinasi baik sekali dengan para mahasiswa dan penyelenggara kejuaraan di sini. Sampai saat ini kami sedang membantu mereka untuk pulang ke San Fransisco. Masyarakat lokal di Cincinnati juga terus menerus membantu mahasiswa. Jadi tidak benar kalau mereka terlantar,” kata Mandala Sukartopurba.
Julie Calvert – juru bicara World Choir Games – sebagaimana dikutip suratkabar lokal “The Cincinnati Enquirer” menyatakan para mahasiswa itu kini berangkat dengan bis menuju San Fransisco, untuk kemudian terbang kembali ke Jakarta pada hari Jumat 20 Juli.
Sesaat sebelum bis ke San Fransisco berangkat, Ralph Rerpasi – ketua rombongan paduan suara mahasiswa Universitas Cendrawasih Papua – menyampaikan rasa terima kasihnya kepada warga Cincinnati, masyarakat Indonesia dan pihak KJRI yang telah membantu kepulangan mereka.
“Saya atas nama kelompok ini menyampaikan terima kasih dan rasa bangga kepada warga Cincinnati yang sudah menerima kami, bisa makan dimana pun kami masuk ke restoran dan diterima baik oleh warga. Juga untuk masyarakat Indonesia disini, kedutaan dsbnya. Sekali lagi persoalan yang kami hadapi tidak sebesar yang diberitakan media-media di Indonesia,” kata Ralph Rerpasi.
Dua puluh satu paduan suara dari berbagai kampus di Indonesia ikut serta dalam kejuaraan paduan suara mahasiswa sedunia di Cincinnati – Ohio – Amerika. Tim paduan suara Kanada memenangkan kejuaraan itu. Namun tim juri kejuaraan yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali itu, juga memberi penghargaan khusus untuk paduan suara dari Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Latvia karena memberikan penampilan yang berbeda dari paduan suara kebanyakan.