Menko Polhukam Mahfud MD berharap Komisi III DPR RI tetap mengundang dirinya rapat membahas transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun yang melibatkan Kementerian Keuangan. Mahfud sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) siap hadir dalam rapat bersama Komisi III DPR pada pekan depan.
Ia menantang sejumlah anggota Komisi III DPR yang mempertanyakan kebijakannya tentang transaksi mencurigakan ratusan triliun untuk hadir dalam rapat. Anggota DPR yang dimaksud Mahfud yaitu Benny Kabur Harman (Fraksi Demokrat), Arteria Dahlan (Fraksi PDIP) dan Arsul Sani (Fraksi PPP).
"Bismillah. Mudah-mudahanan Komisi III tidak maju mundur lagi mengundang saya, Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Saya sudah siap hadir. Saya tantang Saudara Benny K Harman juga hadir dan tidak beralasan ada tugas lain. Begitu juga Saudara Arteria dan Saudara Arsul Sani. Jangan cari alasan absen," tulis Mahfud MD dalam akun resmi miliknya @mohmahfudmd, Minggu (26/3).
Komisi III DPR RI pada Selasa (21/3) menggelar Rapat Kerja dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membahas transaksi mencurigakan di sejumlah kementerian dan lembaga. Salah satunya transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun yang melibatkan Kementerian Keuangan.
Sejumlah anggota Komisi III DPR RI mempertanyakan kebijakan PPATK dan Menko Polhukam yang membuka data transaksi mencurigakan tersebut ke publik. Salah satunya anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Benny Kabur Harman. Sebab, kata dia, menurut Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak ada kewajiban ketua komite membuka transaksi mencurigakan ke publik.
"Tidak ada satu pasal pun atau penjelasannya, yang menyebutkan Kepala PPATK, Kepala Komite, Menko Polhukam boleh membuka data seperti itu ke publik sesuka-sukanya," tutur Benny K Harman dalam rapat bersama PPATK di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/3).
Benny K Harman mengusulkan agar pemimpin Komisi III DPR mengundang Menko Polhukam untuk rapat bersama secepatnya untuk dimintai penjelasan terkait hal ini.
Formappi Dukung Terobosan Mahfud MD
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mendukung terobosan yang dilakukan Menko Polhukam Mahfud MD. Ia beralasan tindakan lembaga negara atau pemerintah yang normatif tidak akan mampu membongkar kasus korupsi atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kementerian atau Lembaga. Apalagi kata dia, publik juga tidak percaya dengan Undang-Undang yang dihasilkan DPR mampu memberantas kasus korupsi. Contohnya ketika DPR merevisi UU KPK yang dinilai melemahkan pemberantasan korupsi.
"Upaya-upaya seperti yang dilakukan Menko Polhukam Mahfud MD itu justru yang bisa diharapkan sebagai jalan keluar dari praktik korupsi yang sistematis yang terjadi sekarang di Indonesia," jelas Lucius kepada VOA, Minggu (26/3).
Lucius mempertanyakan balik sikap DPR yang mengkritik upaya yang dilakukan Menko Polhukam Mahfud MD bersama PPATK dalam membongkar TPPU. Ia menuding sikap tersebut dilakukan DPR justru untuk melindungi pihak-pihak tertentu ketika ada upaya memberantas korupsi atau TPPU.
Ia berharap Mahfud MD akan konsisten membongkar dugaan tindak pidana saat menghadiri rapat bersama Komisi III DPR.
"Berharap di depan DPR, betul-betul akan menantang semangat pemberantasan korupsi DPR, integritas DPR. Tidak hanya berlindung di balik aturan yang ada," tambahnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan telah meneliti kembali transaksi mencurigakan yang diduga TPPU. Hasilnya total nilai transaksi tersebut berubah dari Rp300 triliun menjadi Rp349 triliun. Namun, Mahfud menegaskan transaksi tersebut tidak semuanya melibatkan pegawai Kementerian Keuangan, tetapi lebih banyak melibatkan orang di luar kementerian.
"Ini adalah laporan tindak pidana pencucian uang. Memang jumlahnya besar, karena menyangkut orang luar tapi ada kaitan orang dalam," ujar Mahfud di Jakarta, Senin (20/3)..
Mahfud menambahkan telah terdapat sejumlah kesepakatan antara Kemenko Polhukam, PPATK, dan Kemenkeu. Antara lain Kemenkeu akan menyelesaikan Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK yang diduga sebagai TPPU. Langkah ini akan ditempuh baik yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu maupun pihak luar.
Kendati demikian, kata Mahfud, jika ditemukan tindak pidana, kasusnya dapat pula diserahkan kepada aparat penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, ataupun KPK. [sm/ah]
Forum