Tautan-tautan Akses

Mahkamah Internasional akan Keluarkan Putusan Soal Yurisdiksi dalam Kasus Genosida Rohingya


Gedung Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, 9 Desember 2019. (REUTERS/Eva Plevier/File Foto)
Gedung Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, 9 Desember 2019. (REUTERS/Eva Plevier/File Foto)

Mahkamah Internasional (ICJ), Jumat (22/7), akan mengeluarkan keputusan mengenai apakah akan melanjutkan kasus penting yang menuduh penguasa Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu.

Pengadilan Tertinggi PBB itu akan memberikan keputusannya terkait klaim Myanmar bahwa pengadilan yang berbasis di Den Haag itu tidak memiliki yurisdiksi, dan bahwa kasus yang diajukan oleh negara kecil Afrika, Gambia, pada tahun 2019, itu tidak dapat diterima.

Jika hakim menolak keberatan Myanmar, mereka akan menyiapkan sidang pengadilan yang mengungkapkan bukti kekejaman terhadap Rohingya yang menurut kelompok-kelompok HAM dan penyelidikan PBB merupakan pelanggaran Konvensi Genosida 1948. Pada bulan Maret, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa penindasan kekerasan terhadap penduduk Rohingya di Myanmar sama dengan genosida.

Di tengah kemarahan internasional atas perlakuan terhadap Rohingya, Gambia mengajukan kasus tersebut ke ICJ dengan tuduhan bahwa Myanmar melanggar konvensi genosida. Negara tersebut berpendapat bahwa Gambia dan Myanmar adalah penandatangan konvensi itu dan bahwa semua penandatangan memiliki kewajiban untuk menegakkannya.

Tim pengacara yang mewakili Myanmar berpendapat pada bulan Februari bahwa kasus tersebut harus dibatalkan karena pengadilan dunia hanya mengadili kasus antara negara dan keluhan Rohingya diajukan oleh Gambia atas nama Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Mereka juga mengklaim bahwa Gambia tidak dapat membawa kasus ini ke ICJ karena tidak terkait langsung dengan peristiwa di Myanmar dan bahwa tidak ada sengketa hukum antara kedua negara sebelum kasus tersebut diajukan.
Jaksa Agung sekaligus Menteri Kehakiman Gambia Dawda Jallow bersikeras pada Februari bahwa kasus itu harus diproses dan bahwa negaranya, bukan OKI, yang mengajukan kasus itu. ''Kami bukan proksi siapa pun,'' kata Jallow di Mahkamah Internasional.

Belanda dan Kanada mendukung Gambia, dengan mengatakan pada tahun 2020 bahwa negara itu mengambil langkah terpuji untuk mengakhiri impunitas bagi mereka yang melakukan kekejaman di Myanmar dan menegakkan konvensi genosida. Kanada dan Belanda mengatakan, mereka wajib mendukung upaya-upaya yang menjadi perhatian seluruh umat manusia ini. [ab/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG