Mahkamah militer di Pakistan hari Kamis (26/12) menjatuhkan hukuman penjara kepada 60 pendukung mantan PM Imran Khan yang dipenjarakan. Masa hukuman mereka berkisar dari dua hingga 10 tahun karena dituduh menyerang fasilitas-fasilitas militer.
Seorang keponakan Khan dan dua mantan perwira militer termasuk di antara mereka yang divonis bersalah, sebagaimana dilaporkan oleh media militer Pakistan. Khan, 72, dipenjarakan sejak Agustus 2023 dan menghadapi serangkaian tuduhan, termasuk di antaranya korupsi, penghasutan, dan menyulut kekerasan terhadap militer.
“Negara, pemerintah, dan angkatan bersenjata tetap teguh dalam komitmen mereka untuk menegakkan keadilan dan memastikan bahwa perintah pengadilan yang tidak dapat diganggu gugat tetap dipertahankan,” kata pernyataan militer.
Vonis itu dijatuhkan kurang dari sepekan setelah mahkamah militer menjatuhkan hukuman terhadap 25 anggota partainya Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), atas tuduhan yang sama.
Tuduhan-tuduhan terhadap para pendukung Khan berasal dari protes di berbagai penjuru negara itu pada Mei 2023. Ketika itu, para demonstran menyerbu serta menjarah dan merusak beberapa instalasi militer dalam unjuk kemarahan publik yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap institusi Pakistan yang sangat berkuasa itu.
PTI menolak pengadilan militer yang bersifat “rahasia.” Khan dan para pembantunya membantah melakukan pelanggaran, dan mengatakan agen-agen dinas intelijen telah menyusup ke jajaran demonstran PTI “yang damai” dan melakukan perusakan untuk menjustifikasi penindakan keras pemerintah selanjutnya terhadap partai oposisi, tuduhan yang dibantah para pejabat pemerintah.
Vonis pekan lalu terhadap kelompok awal terdiri dari 25 anggota PTI berupa “hukuman penjara berat” hingga 10 tahun telah menuai reaksi keras internasional.
AS mendesak pihak berwenang Pakistan agar menghormati hak atas persidangan yang adil dan proses hukum yang sesuai dengan konstitusi negara.
“AS sangat khawatir karena warga sipil Pakistan telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan militer … Mahkamah militer ini tidak memiliki independensi peradilan, transparansi, dan jaminan proses hukum,” kata pernyataan Departemen Luar Negeri AS, Senin.
Inggris juga mengkritik Pakistan karena mengajukan warga sipil ke pengadilan di Mahkamah militer, dengan mengatakan mereka tidak memiliki “transparansi, pengawasan independen” dan merusak “hak untuk mendapatkan persidangan yang adil.”
Uni Eropa mengecam hukuman terhadap warga sipil Pakistan oleh Mahkamah militer, menyebut itu sebagai praktik yang “tidak konsisten dengan kewajiban Pakistan di bawah Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik.”
Pemerintah Pakistan telah membela persidangan di mahkamah militer dan kemudian penjatuhan vonisnya, seraya menyatakan mereka menjunjung hak bagi persidangan yang adil dan mengizinkan banding di mahkamah militer dan sipil. [uh/ab]
Forum