Malaysia dan Indonesia masing-masing akan menanamkan US$5 juta untuk operasi-operasi awal badan minyak kelapa sawit gabungan yang baru, yang tugas-tugasnya termasuk menstabilkan harga dan mengelola tingkat pasokan, menurut pihak berwenang di kedua negara Sabtu (21/11).
Sekretariat dewan akan berlokasi di Jakarta dan keanggotaan akan diperluas ke seluruh negara-negara penanam kelapa sawit, termasuk Brazil, Kolombia, Thailand, Ghana, Liberia, Nigeria, Papua Nugini, Filipina dan Uganda.
"Kita harus bisa memetakan arah industri minyak kelapa sawit, dan dengan tujuan-tujuan serupa, industri akan terus memakmurkan rakyat dan terutama membantu petani-petani kecil," ujar Amar Douglas Uggah Embas, Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas, dalam konferensi pers usai penandatanganan dewan gabungan.
Pembentukan dewan gabungan baru, yang disebut Dewan Negara-negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit (CPOPC), berlangsung pada KTT ASEAN di di Kuala Lumpur dan disaksikan oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan Presiden Joko Widodo.
Menteri Koordinator urusan Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli juga mengatakan bahwa kedua negara akan mengkoordinasikan rencana-rencana manajeman persedian masing-masing untuk mempertahankan harga kelapa sawit yang berkesinambungan, dan menjamin kesejahteraan para petani kecil di industri ini.
Menciptakan permintaan-permintan baru melalui mandat biodiesel akan membantu mempertahankan tingkat-tingkat persediaan kelapa sawit yang optimal, ujar Rizal, karena minyak sayur digunakan untuk dicampurkan dalam biodiesel.
Persediaan minyak kelapa sawit Malaysia melonjak ke hampir nilai tertinggi selama 15 tahun yaitu 2,83 juta ton pada akhir Oktober dalam peningkatan produksi yang tidak diperkirakan sebelumnya, sementara sebuah survei Reuters memperkirakan bahwa persediaan Indonesia turun sedikit menjadi 3,025 juta ton dari 3,050 juta ton bulan lalu.
Para menteri juga mengumumkan sebuah kerangka kerja untuk minyak kelapa sawit yang berkelanjutan, dengan mempertimbangkan aturan dan regulasi terkait pembangunan berkelanjutan di kedua negara.
Kerangka kerja itu, disebut e+POP, akan dijadikan tolak ukur melawan standar-standar internasional lain dan menyentuh isu-isu seperti persyaratan hukum untuk penggunaan dan pengelolaan lahan, praktik-praktik terbaik dalam industri dan perlindungan penggunaan hutan-hutan primer dan lahan gambut untuk perkebunan.
Malaysia dan Indonesia pertama kali mengumumkan CPOPC bulan Oktober dengan maksud menjamin kerjasama industri lebih lanjut, menciptakan kerangka kerja global untuk minyak kelapa berkelanjutan, menstabilkan harga-harga dan mengelola tingkat-tingkat persediaan.
Sebagai dua produsen utama dunia, yang memasok 85 persen minyak kelapa sawit global, Malaysia dan Indonesia sedang berupaya menanggulangi berbagai tantangan industri dari persediaan yang tinggi sampai harga yang turun serta asap polusi akibat kebakaran hutan untuk pembukaan lahan. [hd]