PERAK, MALAYSIA —
Sejak merdeka tahun1957, Malaysia menjadi contoh salah satu negara Asia yang sukses. Meskipun pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang cepat, negara itu tetap melindungi hutan tropis yang luas. Namun, serangan para pemburu satwa liar dari Thailand dan Vietnam merupakan masalah yang berkembang hingga kini.
Di Negara bagian Perak, Malaysia, para aktivis pelestari menerapkan dan mengadaptasi teknologi baru guna menyelamatkan spesies langka di negara itu.
Petugas margasatwa berpatroli malam hari di hutan Belum Tenegor - hanya ada 12 petugas pria yang melindungi gajah langka, harimau dan beruang yang mendiami hutan seluas 4.000 kilometer persegi di bagian utara Malaysia.
“Proporsi gajah di sini lebih banyak betina daripada jantannya karena perburuan. Mereka membunuh gajah jantan karena gadingnya. Jadi mungkin hanya 10-15 persen adalah jantan. Kami mengusahakan yang terbaik untuk mengatasi masalah ini,” kata Kadir Hashim, direktur bidang satwa liar di negara bagian tersebut.
Beberapa solusi untuk melestarikan gajah Malaysia sedang dikembangkan di kampus Universitas Nottingham di Kuala Lumpur.
Peneliti dari instansi pemerintah dan sekolah di Inggris, Manjemen Ekologi Gajah Malaysia - atau proyek MEME - sedang menyempurnakan teknologi untuk mendukung pelestarian gajah dan memberantas perburuan. Dengan bantuan dari inisiatif conservationdrones.org, mereka bahkan mengadaptasi teknologi militer, termasuk pesawat tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh.
“Untuk model khusus ini, kami bertujuan mengembangkan jangka waktu terbang kira-kira 60 menit, dan, jarak terbang sekitar 50 km, yang semestinya cukup jarak bagi kami untuk mengawasi habitat gajah. Kamera inframerah akan memungkinkan kita menembus pandangan melalui puncak-puncak pohon - kanopi,” ungkap Wee-Siong Lim, salah seorang peneliti.
Menurut ketua komunitas, Rahium Banun, semakin sukses para aktivis pelestarian satwa, semakin banyak persaingan yang memperebutkan lahan dan sumber daya antara satwa liar dan perkembangan populasi manusia di Malaysia.
Profesor Ahimsa Campos-Arceiz menjelaskan bagaimana penelitian melacak gajah dapat membantu keamanan desa. “Yang kita amati adalah animasi data yang dikumpulkan melalui kerah pemancar satelit GPS pada gajah-gajah untuk mengawasi pergerekan dan lokasi mereka,” paparnya.
Teknologi itu secara keseluruhan memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal yang 15 tahun lalu tidak mungkin dilakukan.
Di Negara bagian Perak, Malaysia, para aktivis pelestari menerapkan dan mengadaptasi teknologi baru guna menyelamatkan spesies langka di negara itu.
Petugas margasatwa berpatroli malam hari di hutan Belum Tenegor - hanya ada 12 petugas pria yang melindungi gajah langka, harimau dan beruang yang mendiami hutan seluas 4.000 kilometer persegi di bagian utara Malaysia.
“Proporsi gajah di sini lebih banyak betina daripada jantannya karena perburuan. Mereka membunuh gajah jantan karena gadingnya. Jadi mungkin hanya 10-15 persen adalah jantan. Kami mengusahakan yang terbaik untuk mengatasi masalah ini,” kata Kadir Hashim, direktur bidang satwa liar di negara bagian tersebut.
Beberapa solusi untuk melestarikan gajah Malaysia sedang dikembangkan di kampus Universitas Nottingham di Kuala Lumpur.
Peneliti dari instansi pemerintah dan sekolah di Inggris, Manjemen Ekologi Gajah Malaysia - atau proyek MEME - sedang menyempurnakan teknologi untuk mendukung pelestarian gajah dan memberantas perburuan. Dengan bantuan dari inisiatif conservationdrones.org, mereka bahkan mengadaptasi teknologi militer, termasuk pesawat tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh.
“Untuk model khusus ini, kami bertujuan mengembangkan jangka waktu terbang kira-kira 60 menit, dan, jarak terbang sekitar 50 km, yang semestinya cukup jarak bagi kami untuk mengawasi habitat gajah. Kamera inframerah akan memungkinkan kita menembus pandangan melalui puncak-puncak pohon - kanopi,” ungkap Wee-Siong Lim, salah seorang peneliti.
Menurut ketua komunitas, Rahium Banun, semakin sukses para aktivis pelestarian satwa, semakin banyak persaingan yang memperebutkan lahan dan sumber daya antara satwa liar dan perkembangan populasi manusia di Malaysia.
Profesor Ahimsa Campos-Arceiz menjelaskan bagaimana penelitian melacak gajah dapat membantu keamanan desa. “Yang kita amati adalah animasi data yang dikumpulkan melalui kerah pemancar satelit GPS pada gajah-gajah untuk mengawasi pergerekan dan lokasi mereka,” paparnya.
Teknologi itu secara keseluruhan memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal yang 15 tahun lalu tidak mungkin dilakukan.