Malaysia menggunakan COVID-19 sebagai alasan untuk menolak pengungsi Muslim Rohingya, sebut sebuah organisasi HAM. Ini seperti pada tahun 2015 ketika pengungsi dengan perahu tewas setelah melarikan diri dari Myanmar dalam apa yang disebut PBB sebagai “peti mati mengambang.”
Militer Malaysia mengukuhkan pihaknya telah menghalau sedikitnya satu perahu mencurigakan yang penuh berisi orang Rohingya hari Jumat (17/4), meskipun Amnesty International menyatakan telah menerima informasi bahwa ada sejumlah perahu lainnya yang terkatung-katung, kemungkinan menuju Malaysia dan Thailand.
“Menolak membantu orang-orang di dalam perahu-perahu ini bukanlah kesembronoan, ini secara sadar membuat penderitaan mereka kian buruk,” kata Clare Algar, direktur senior bidang riset, advokasi dan kebijakan di Amnesty International. Ia menambahkan bahwa perang melawan COVID-19 bukanlah alasan bagi pemerintah di kawasan untuk membiarkan lautan mereka menjadi kuburan bagi orang-orang Rohingya yang putus asa.
Hampir 400 pengungsi kemudian diselamatkan oleh Bangladesh setelah hampir dua bulan terkatung-katung di laut tetapi 30 lainnya mungkin telah tewas dalam pelayaran mereka, sebut Komisaris Tinggi PBB urusan Pengungsi. Menurut badan PBB ini, orang-orang Rohingya itu kurang gizi dan membutuhkan perawatan medis.
Kapal-kapal yang diduga membawa pengungsi juga terlihat di lepas pantai Thailand, yang terletak di antara Myanmar dan Malaysia, sebut Amnesty International. Bangkok belum menyatakan apakah akan menerima pengungsi Rohingya yang datang dengan kapal jika mereka tiba di Thailand, negara pertama di luar China yang melaporkan kasus COVID-19. Menurut data yang dikumpulkan Organisasi Kesehatan Dunia, Thailand mencatat 2.765 kasus dan 47 kematian akibat virus corona per hari Senin, sementara Malaysia mencatat 5.305 kasus dan 88 kematian. [uh/ab]