Pemerintah Norwegia mendanai proyek perintisan Greencoin di negara-negara Balkan. Inovasi aplikasi ‘virtual wallet’ bernilai hampir 2 juta euro itu berupaya mengubah perilaku masyarakat terhadap lingkungan dengan memberi penghargaan yang dapat dibelanjakan untuk produk ramah lingkungan, energi terbarukan dan transportasi umum. Apakah konsep dan aplikasi Greencoin itu dapat diterapkan dan digunakan masyarakat Indonesia?
Upaya dan keterlibatan masyarakat dalam mengatasi masalah lingkungan harus dilakukan dalam skala besar-besaran dan multi sektor. Sebagai imbalannya, masyarakat diberi penghargaan berupa insentif.
Itulah konsep Greencoin, kata Ari Tarigan, dosen bidang transportasi dan perencanaan kota di Norwegia. Ia menambahkan, konsep Greencoin adalah insentif bagi orang-orang yang melakukan langkah kecil dalam perbaikan lingkungan. Coin itu kemudian diubah menjadi nilai ekonomi dalam bentuk aplikasi ‘virtual wallet’.
“Kita mentransformnya menjadi suatu value, yang bisa menjadi suatu transaksi untuk bisa membeli produk.”
Proyek perintisan itu didanai pemerintah Norwegia hampir 2 juta euro selama tiga tahun. Inovasi dalam Greencoin menyoroti komunitas di kota Gdansk, Polandia, terkait pilihan mereka dalam penggunaan energi, transportasi umum dan limbah makanan.
“Solar panel itu bisa dipakai untuk komunitas kita. Itu mungkin akan menjadi stimulus bagi masyarakat. Dengan demikian mereka sadar bahwa ternyata apa yang mereka lakukan dalam hal kecil itu, bisa diapresiasi dan terakumulasi,” jelasnya.
Dosen Ekologi Manusia dari IPB, Soeryo Adiwibowo menilai Greencoin berpeluang bagus terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Ia mencontohkan sejumlah gerakan bank sampah yang berpotensi di Indonesia. Ia menguraikan kemiripan Greencoin dengan program naik Bus Suroboyo gratis. Penumpang diwajibkan membayar tiket yang diperoleh dari penukaran sampah non organik seperti gelas air kemasan dan botol plastik, baik di pos terminal yang telah ditentukan, maupun petugas layanan di dalam Bus Suroboyo.
“Jadi, sesungguhnya one step lagi bisa menggunakan aplikasi. Dengan pandemi COVID-19 makin banyak orang yang sekarang bisa menggunakan aplikasi. Jadi, persoalannya adalah tidak semua pelosok-pelosok Indonesia mempunyai sinyal yang bagus,” kata Soeryo Adiwibowo.
Akan tetapi Soeryo Adiwibowo juga menegaskan banyak permasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia yang tidak berakar dari faktor kesadaran. “Tapi akarnya adalah persoalan-persoalan struktural, persoalan kelembagaan yang sulit,” imbuhnya.
Soeryo Adiwibowo menjelaskan perlunya aparat pengawasan dan penegakan hukum bagi mereka yang melanggar peraturan terkait ketertiban dan kebersihan lingkungan sekitar.
Malgorzata Romanowska, inisiator Greencoin, menyampaikan penelitian program inovatif terhadap lingkungan itu terus dikembangkan bersama aplikasi Greencoin walaupun di tengah pandemi. Ia berharap Greencoin dapat memberi peluang dan kesempatan yang adil dan transparan bagi masyarakat, dan berdampak pada perbaikan lingkungan. [mg/ka]